Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 20 Apr 2021, 00:03 WIB

Kekayaan Negara Harus Merata di Tangan Rakyat

Foto: ISTIMEWA

JAKARTA - Ketimpangan dan distribusi pendapatan yang belum merata menjadi hambatan dalam perekonomian Indonesia untuk menaikkan level dari negara berpendapatan menengah bawah (lower middle income) ke negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income.

Mengutip data Credit Suisse tahun 2019 menunjukkan akumulasi aset masih di tangan segelintir orang. Sekitar 10 persen penduduk menguasai 74,1 persen total kekayaan nasional. Ini menjadi bukti bahwa makin tinggi pendapatan per kapita yang menikmati adalah elite orang kaya di Indonesia.

Mengacu pada pemikiran ilmuwan Islam, Ibnu Khaldun seperti diberitakan Koran Jakarta, Senin (19/4) menyebutkan beberapa pendapatnya yang bisa menjadi acuan dalam pembangunan ekonomi kerakyatan antaralain, soal kepemilikan aset.

Aset dan harta negara jangan sampai dikuasai oleh sekelompok kekuasaan saja, karena kalau di tangan oligarkhi itu tidak produktif. Kekayaan negara harusnya merata di tangan rakyat, sehingga menimbulkan efek yang berlipat ganda.

Selain itu, tarif pajak yang tinggi hanya mematikan ekonomi. Pajak yang baik, bukan dengan tarif tinggi dan dibayarkan oleh segelintir wajib pajak, tetapi juga harus berasal dari banyak orang meskipun itu jumlahnya kecil-kecil. Inilah yang dinamakan ekonomi kerakyatan.

Pengamat Ekonomi, Bhima Yudhistira sebelumnya mengatakan kebijakan reformasi agraria dengan pemberian akses pembiayaan dan pasar sangat penting. "Penyempurnaan pembagian lahan negara kepada petani miskin disertai skema pembiayaan murah dan akses ke pasar perlu dilakukan terobosan. Jadi tidak cukup sekadar sertifikasi lahan, ini belum optimal," kata Bhima.

Ekonomi Kerakyatan

Sementara itu, Pakar Sosiologi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Umar Sholahudin, mengatakan, negara tidak bisa membiarkan perilaku oligarkhi merajalela karena itu bertentangan dengan nilai-nilai ekonomi kerakyatan dalam Pancasila.

"Setiap negara punya ideologi ekonominya masing-masing. Indonesia, jelas dan tegas ideologi ekonominya adalah ekonomi kerakyatan. Dalam bentuk koperasi ala Hatta. Ideologi ekonomi kerakyatan sarat dengan pemerataan," katanya.

Menurut dia, hindari penumpukan sumber-sumber dan kekayaan oleh segelitir orang, dan disparitas harus dipersempit. Dengan demikian kesejahteraan dan kemakmuran bisa terbagi dan dinikmati banyak orang.

"Ekonomi Pancasila sangat menentang oligarkhi dan konglomerasi. Negara yang harus mengatur dan mengontrol korporasi, bukan sebaliknya. Bahaya kalau korporsi yang mengatur dan mengendalikan jalannya pemerintahan. Indonesia bisa jadi negara liberalistik-kapitalistik," pungkasnya.

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko mengatakan, tarif pajak rendah, tax holiday, tax allowance merupakan salah satu implementasi kebijakan sisi penawaran. "Tujuannya mendorong pertumbuhan sektor dunia usaha," kata Suhartoko.

n SB/ers/E-9

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.