Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kebocoran Data "Facebook"

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Sampai saat ini, belum ada informasi resmi bahwa ada pihak yang berkompetisi dalam pemilu terdahulu di Indonesia yang menggunakan jasa Cambridge Analytica. Namun, Indonesia menempati urutan ketiga setelah AS dan Filipina dari jumlah pengguna Facebook yang datanya mengalami kebocoran. Hal ini menyebabkan tingginya kemungkinan penyalahgunaan data. Menghadapi tahun politik 2018-2019 kita harus lebih berhati-hati. Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial terbesar dan dengan tingkat keberagaman identitas tinggi. Ini sangat rawan dimanipulasi dengan strategi yang digunakan oleh perusahaan penyedia jasa konsultan politik.

Langkah jaringan firma konsultan ini di AS, Inggris, Kenya, dan Nigeria adalah mengombinasikan antara data demografi, psychographics dan isu-isu tertentu seperti migrasi, pengaruh asing, pengangguran atau tingkat kriminalitas. Dengan bantuan media sosial, isu-isu ini akan secara masif dihembuskan kepada masyarakat.

Proses ini akan membuat sekelompok individu dengan dasar kepribadian tertutup dan mudah curiga akan bereaksi sangat keras dengan isu-isu tentang dampak buruk imigran serta kelompok dengan identitas berbeda. Sistem algoritma yang dikembangkan media sosial juga menyebabkan terjadi echo chamber dan confirmation bias yang menyebabkan kita cenderung mengambil informasi sesuai dengan keyakinan. Akibatnya, semua pihak menjadi mengeras dengan sikap dan pendapatnya, tanpa mau mendengar kelompok lain.

Hal ini apabila diamati menjadi lazim dalam dunia maya. Bagaimana seseorang yang berpendidikan tinggi menjadi sangat emosional, menggunakan bahasa kurang santun, mengesampingkan logika, dan menutup pintu diskusi yang konstruktif saat membahas topik berkaitan dengan identitas dan politik di internet. Kita juga telah menyaksikan masyarakat dapat terpolariasi sangat tajam di salah satu pilkada dengan isu agama dan etnis.

Teknologi mampu mendalami aspek kerentanan psikologis terhadap pihak yang berbeda untuk dapat dimanipulasi demi kepentingan politis. Perkembangan teknologi tidak dapat dihentikan dalam era akselerasi dan disrupsi ini. Namun, kita dapat membuat batasan dan regulasi agar TI tidak menjadi elemen destruktif bagi pembangunan perabadan, khususnya dalam politik dan pemerintahan.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top