Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kalah di Referendum, Pemimpin Masyarakat Pribumi Australia Serukan Minggu Hening

Foto : AP/Rick Rycroft

Josh Sly dari Muggera Dancers menyiapkan api untuk upacara adat pada 26 Januari di Sydney, Australia

A   A   A   Pengaturan Font

SYDNEY - Warga Aborigin Australia pada Minggu (15/10) menyuarakan kemarahan dan kesedihan mereka atas penolakan terhadap hasil referendum mengenai hak-hak dan pengakuan masyarakat adat yang ditolak oleh mayoritas kulit putih di negara itu.

Para pemimpin masyarakat adat menyerukan "minggu hening" untuk berduka atas hasil "pahit" pemilu tersebut, setelah Perdana Menteri Anthony Albanese mendesak negaranya yang terpecah untuk melakukan pemulihan "dalam semangat persatuan".

Lebih dari 70 persen surat suara dihitung pada Minggu pagi, sekitar 60 persen warga Australia mengatakan "tidak" ketika ditanya apakah konstitusi tahun 1901 harus diubah untuk mengakui penduduk pertama di negara tersebut.

Reformasi ini juga akan menciptakan sebuah badan konsultatif - sebuah "Voice" untuk Parlemen - yang bertugas mencari solusi terhadap kesenjangan yang merajalela yang mengganggu komunitas Aborigin.

Proposal tersebut ditolak di setiap negara bagian di seluruh negeri.

Kelompok advokasi Aborigin mengatakan pada Minggu, jutaan warga Australia telah mengabaikan kesempatan untuk menebus "perampasan brutal terhadap rakyat kami".

"Sekarang adalah waktunya untuk berdiam diri, berduka dan mempertimbangkan secara mendalam konsekuensi dari kejadian ini," bunyi pernyataan bersama.

"Faktanya adalah kami menawarkan pengakuan ini dan ditolak. Kami sekarang tahu di mana posisi kami di negara kami sendiri," tambahnya, sebelum menyerukan "minggu hening" untuk berduka dan merenung.

Shirley Lomas, seorang pribumi, menentang kekalahan itu dengan mengatakan, kekalahan tidak menghancurkan tekadnya.

"Penduduk Aborigin sudah telah da di sini selama 60.000 tahun dan kami akan terus berada di sini," katanya kepada AFP setelah hasil temuan tersebut.

"Para pemilih memilih bukan karena mereka takut akan perubahan. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak mengenal orang Aborigin."

Hanya kurang dari empat persen dari 26 juta penduduk Australia yang merupakan penduduk asli.

Sangat Familiar

Kemajuan politik tidak diperoleh dengan mudah bagi warga Aborigin Australia, yang telah berjuang mati-matian selama bertahun-tahun untuk mendapatkan hak dasar untuk memilih, memiliki tanah adat, dan memenangkan pemilu di parlemen.

Dengan latar belakang ini, aktivis masyarakat adat yang mengatakan "ya" Dean Parkin mengatakan hasil yang menyedihkan ini "sangat familiar" dan hanyalah "bab terbaru dalam kisah perjuangan kita".

Para pendukungnya melihat referendum sebagai cara untuk mempersatukan negara sekaligus mengatasi ketidakadilan historis yang menimpa masyarakat First Nations.

Sebaliknya, hal ini justru mengungkap perpecahan rasial yang masih terjadi di negara ini selama lebih dari dua abad sejak penjajah Inggris membuang sauh di Pelabuhan Sydney.

Albanese telah berjanji pemerintahannya akan terus berupaya memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat - meskipun tidak jelas pilihan apa yang tersisa.

Aktivis dan cendekiawan Aborigin terkemuka Marcia Langton menyatakan, upaya selama puluhan tahun untuk membangun kepercayaan di antara warga Australia telah gagal.

"Rekonsiliasi sudah mati," katanya kepada stasiun televisi Pribumi.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top