Jelang Pilpres AS, Trump Tawarkan Perubahan Kebijakan Sektor Teknologi
Mantan Presiden AS Donald Trump yang kembali menjadi kandidat dalam Pilpres 2024.
Foto: BBC/AFPSAN FRANCISCO - Donald Trump sangat menentang platform media sosial TikTok, mata uang kripto bitcoin, dan mobil listrik saat menjabat presiden AS. Namun baru-baru ini ia berubah dalam beberapa isu yang disenangi oleh Silicon Valley.
Namun, calon presiden dari Partai Republik itu tetap teguh pada beberapa bidang yang mungkin menjadi perhatian perusahaan teknologi besar AS.
Berikut ikhtisar sikap kebijakan terbaru Trump terhadap lima isu utama sektor teknologi.
Kendaraan Listrik
"Saya mencintai Elon Musk, saya mencintainya," teriak Trump pada hari Sabtu (27/7) saat rapat umum kampanye di Grand Rapids, Michigan, negara bagian yang merupakan rumah bagi banyak produsen mobil AS.
Pernyataan itu muncul setelah adanya laporan bahwa Musk berjanji menyumbangkan $45 juta setiap bulan kepada Partai Republik setelah Trump selamat dari upaya pembunuhan -- laporan yang kemudian dibantah Musk.
Namun, Trump bertahun-tahun mengejek mobil listrik, mengecamnya karena terlalu mahal dan tidak praktis, dan menyangkal kekhawatiran perubahan iklim yang telah mendorong permintaan terhadap mobil listrik.
"Saya terus-menerus berbicara tentang kendaraan listrik, tetapi bukan berarti saya menentangnya; saya mendukungnya," katanya, seraya menambahkan bahwa mobil itu tidak diperuntukkan bagi semua orang.
Namun jika terpilih, Trump mengatakan ingin mengakhiri subsidi federal yang mendorong pembelian mobil listrik.
Langkah ini kemungkinan tidak akan merugikan Tesla, yang beberapa modelnya tidak memenuhi syarat untuk potongan harga, tetapi akan berdampak buruk pada pesaingnya di AS.
TikTok
Trump telah berupaya melarang aplikasi video milik Tiongkok, TikTok, dengan alasan keamanan nasional saat masa kepresidenannya, dan secara rutin berbicara menentang Tionnkok dalam upayanya yang gagal untuk terpilih kembali pada pilpres tahun 2020.
Trump menyampaikan kekhawatirannya bahwa pemerintah Tiongkok mungkin menyadap data pengguna TikTok AS atau memanipulasi apa yang mereka lihat pada platform tersebut.
Ia bahkan menyerukan agar perusahaan AS membeli TikTok, dan pemerintah menanggung biaya penjualannya.
Sekarang, setelah pemerintahan Presiden AS Joe Biden menandatangani undang-undang untuk melarang aplikasi tersebut karena alasan yang sama, kecuali jika dijual, Trump telah mengubah arahnya.
"Sekarang (ketika) saya mempertimbangkannya, saya mendukung TikTok, karena Anda butuh persaingan," ungkapnya baru-baru ini kepada Bloomberg.
"Jika Anda tidak punya TikTok, Anda punya Facebook dan Instagram -- dan, Anda tahu, itu Zuckerberg."
Facebook, yang didirikan oleh Mark Zuckerberg dan bagian dari kerajaan teknologi Meta miliknya, merupakan salah satu jaringan media sosial yang melarang Trump setelah serangan di Gedung Capitol AS pada tanggal 6 Januari 2021, didorong oleh kekhawatiran bahwa ia akan menggunakan platform tersebut untuk mempromosikan lebih banyak kekerasan.
Kripto
Dukungan mendadak Trump terhadap mata uang kripto tampaknya berasal dari keyakinannya, yang diungkapkan kepada Bloomberg, bahwa "jika kita tidak melakukannya, Tiongkok akan menemukan solusinya -- atau orang lain."
Ia telah berubah dari menyebut bitcoin sebagai "penipuan" dan bencana yang menunggu untuk terjadi, menjadi mengatakan -- dalam sebuah posting di platform Truth Social miliknya -- bahwa mata uang kripto seharusnya "DIBUAT DI AS!!!"
Perubahan haluan tersebut, dan pemilihannya pada pendukung industri kripto JD Vance sebagai pasangannya, telah memenangkan hati Trump dalam industri yang merasa telah diperlakukan kasar oleh pemerintahan Biden.
"Kepresidenan Trump adalah satu-satunya jalan ke depan untuk membantu rezim regulasi AS untuk kripto," kata pendiri Digital Future, Michelle Bond.
Trump belum menjelaskan bagaimana ia akan mendukung sektor kripto.
Bakat dan Teknologi Impor
Trump mengambil sejumlah tindakan yang merugikan Silicon Valley selama menjabat di Gedung Putih.
Di antaranya penandatanganan perintah eksekutif yang membatasi visa bagi pekerja asing yang keterampilannya menjadi kunci bagi perusahaan teknologi yang berpusat di AS.
Trump juga memberlakukan tarif tinggi yang menghukum perusahaan seperti Apple yang bergantung pada Tiongkok untuk rantai pasokan mereka.
Kebijakan yang sebagian besar berlanjut di bawah Biden in kemungkinan akan tetap berlaku jika Trump kembali berkuasa.
Di jalur kampanye, Trump telah mengisyaratkan bahwa ia akan memperluas kebijakan proteksionisnya yang mencakup negara-negara selain Tiongkok juga.
Pada hari Selasa, Musk mengatakan Tesla telah menunda rencana membangun pabrik di Meksiko karena kekhawatiran tentang potensi tarif di bawah Trump.
Pajak
Selama masa kepresidenannya, pemotongan pajak menguntungkan orang kaya, termasuk para raksasa teknologi.
Menjelang pemilu, Biden -- dan penggantinya, calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris -- mengatakan mereka ingin orang kaya membayar pajak lebih banyak.
Namun, Trump mengatakan ia ingin menurunkan pajak perusahaan, bahkan ketika raksasa teknologi meraup laba miliaran dollar.
Pemerintahan Trump telah menyasar raksasa teknologi Google, Amazon, Apple dan Facebook melalui tindakan antimonopoli, tetapi fokusnya dalam menegakkan regulasi tersebut diperkirakan tidak akan seketat sebelumnya jika terpilih untuk masa jabatan kedua.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: AFP
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia