
Jangan Terbuai, PDB Tinggi Tidak Menjamin Kesejahteraan Penduduk Meningkat
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada Indonesia Economic Summit (IES) 2025 di Jakarta, Selasa (18/2) berdasarkan data peringkat ekonomi Dana Moneter Internasional (IMF) itu
Foto: istimewaJAKARTA - Pemerintah diminta jangan mudah terbuai dan puas dengan data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2024 yang sudah mencapai 4,7 triliun dollar Amerika Serikat (AS) melampaui Perancis dengan PDB 4,36 triliun dollar AS dan Inggris dengan PDB 4,28 triliun dollar AS.
Sebab pencapaian tersebut lebih dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang banyak, bukan karena produktivitas yang tinggi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada Indonesia Economic Summit (IES) 2025 di Jakarta, Selasa (18/2) berdasarkan data peringkat ekonomi Dana Moneter Internasional (IMF) itu, Indonesia saat ini menempati posisi delapan di dunia dari segi PDB, sehingga memainkan peran penting di belahan bumi bagian selatan.
- Baca Juga: Presiden Prabowo Minta Perang pada Judi “Online” Diperkuat
- Baca Juga: Gugatan Sengketa Pilkada
Selain itu, Airlangga menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tercatat 5,03 persen pada 2024 terbilang stabil dibandingkan dengan negara lain seperti AS, Tiongkok, Brasil, hingga negara kawasan ASEAN.
Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono menyampaikan proyeksi PDB per kapita Indonesia mencapai 30.300 dollar AS pada 2045.
Proyeksi itu meningkat signifikan dibandingkan PDB per kapita Indonesia pada 2023 lalu sebesar 4.870 dollar AS.
“Seiring ekspansi ekonomi, pertumbuhan populasi juga akan terus berlanjut dengan jumlah penduduk diproyeksikan akan mencapai 324 juta jiwa pada 2045,” kata Thomas, dalam Indonesia Data and Economic Conference 2025 di Jakarta, Selasa.
Dia juga menyebut kelas menengah diproyeksikan akan meningkat dari 17 persen pada 2023 menjadi 70 persen pada 2045.
Menanggapi data tersebut, Dosen Magister Ekonomi Terapan Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko mengatakan, PDB memang merupakan salah satu variabel ekonomi yang penting dalam suatu perekonomian, namun jangan juga terlalu terpaku pada PDB.
“Harus diakui bahwa PDB yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan penduduk suatu negara juga tinggi,”tegas Suhartoko.
Menurut Suhartoko, ukuran yang paling penting adalah pendapatan per kapita yang tinggi harus disertai pemerataan pendapatan. Selain PDB, perlu juga diperhatikan bagaimana ukuran kesejahteraan yang lain misalnya dalam bidang kesehatan, pendidikan, tingkat pengangguran, indeks korupsi dan sistem pemerintahan.
Indikator lainnya jelasnya adalah melihat praktik politik serta demokrasi yang jujur dan transparan serta berbagai indikator kesejahteraan penduduk lainnya.
“Sistem pemerintahan yang bersih juga menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat,”tandas Suhartoko.
Beralih ke Inovasi dan Teknologi
Dari Yogyakarta, pengamat ekonomi STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko mengatakan pencapaian PDB saat ini tidak serta-merta mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“PDB tinggi ini lebih disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar, bukan karena produktivitas yang tinggi,” kata Aditya.
Ia menjelaskan bahwa jika dilihat dari sisi PDB per kapita, Indonesia masih tertinggal dibandingkan banyak negara maju. Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa, PDB per kapita Indonesia masih jauh di bawah negara-negara seperti Malaysia atau Singapura.
Menurut Aditya, indikator utama yang lebih relevan dalam mengukur kesejahteraan masyarakat adalah produktivitas tenaga kerja dan daya saing industri. Berdasarkan data Asian Productivity Organization (APO), produktivitas pekerja Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.
“Kita masih terlalu bergantung pada sektor berbasis komoditas dan konsumsi, sementara sektor industri berteknologi tinggi belum berkembang maksimal,” ujarnya.
Selain itu, ketimpangan ekonomi antarwilayah masih menjadi tantangan serius. Sebagian besar kontribusi PDB berasal dari Pulau Jawa, sementara daerah lain belum memiliki infrastruktur dan akses ekonomi yang memadai.
“Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus diikuti dengan pemerataan agar dampaknya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat,” kata Aditya.
Aditya pun mengimbau Pemerintah agar lebih fokus pada peningkatan daya saing ekonomi, bukan hanya mengejar angka PDB. Langkah-langkah yang perlu diprioritaskan antara lain investasi di sektor industri bernilai tambah tinggi, peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, serta percepatan pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa.
“PDB tinggi itu bagus, tetapi jangan sampai kita terbuai dengan angka-angka tanpa melihat kualitas pertumbuhan ekonomi,” kata Aditya.
Ia menambahkan bahwa Indonesia harus beralih dari ekonomi berbasis konsumsi dan komoditas ke ekonomi berbasis inovasi dan teknologi agar bisa bersaing di tingkat global.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Kemenag: Kuota 1.838 Jemaah Haji Khusus Belum Terisi
- 2 Kabupaten Meranti mulai laksanakan Program Makan Bergizi Gratis
- 3 Pram-Rano Akan Disambut dengan Nuansa Betawi oleh Pemprov DKI
- 4 Klasemen Liga 1 Setelah Laga-laga Terakhir Putaran ke-23
- 5 Dirut BPJS: Syarat Kepesertaan JKN Bukan untuk Mempersulit Jemaah Haji