Jalan Panjang Mendapatkan Izin Vaksin Merah Putih Hingga Inavac
Guru Besar Virologi dan Imunologi, Fakultas Kedokteran Hewan Unair, Fedik Abdul Rantam
Foto: KORAN JAKARTA/SELOCAHYOUniversitas Airlangga (Unair) sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia turut berpartisipasi dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Saat virus tersebut merebak, Unair sendiri mulai melakukan riset untuk menciptakan formula dari obat maupun vaksin Covid-19. Usaha itu lantas didukung oleh pemerintah dengan diciptakannya formula vaksin dengan nama vaksin Merah Putih.
Vaksin Merah Putih dikembangkan bersama dengan platform inactivated virus. Dalam proses pengembangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut melakukan pendampingan mulai dari tahap uji pra-klinis, tahap uji klinis ke-1 sampai ke-3 pada vaksin yang dikembangkan bersama dengan PT Biotis Pharmaceutical Indonesia ini.
Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya vaksin yang diberi nama Inavac ini mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) oleh BPOM. Salah satu tokoh penting dalam pengembangan vaksin Inavac adalah Fedik Abdul Rantam, yang bertindak sebagai Ketua Tim Peneliti Vaksin Merah Putih Unair.
Berikut perbincangan wartawan Koran Jakarta, Selocahyo, dengan Guru Besar Virologi dan Imunologi, Fakultas Kedokteran Hewan Unair ini.
Bisa dijelaskan soal vaksin Inavac?
Vaksin itu adalah bahan yang dari luar tubuh untuk menginduksi kemampuan antibodi. Inavac menggunakan metode inactivated whole virus yang kita rusak gennya dan kemudian semua protein partikel virus itu yang digunakan sebagai bahan dasar vaksin. Inactivated ini bagus, tapi biayanya besar, makanya lahir pendekatan teknologi MRNA, sub-unit, rekombinan, dan sebagainya.
Apa yang menjadi kelebihannya vaksin ini?
Kelebihannya adalah punya lengkap protein yang bertanggung jawab untuk menginduksi antibodi, daripada vaksin bermetode rekombinan, sub-unit, dan jenis lainnya. Vaksin impor itu lebih cepat dan murah, tapi kirimnya yang menjadi masalah, hambatan bagi negara berkembang. Negara maju tidak ada masalah karena harus minus suhunya.
Sempat mengembangkan dengan metode Adenovirus?
Ya. Adeno yang dititipi gen dari virus Covid. Gen-gen tersebut membentuk struktur seperti adeno. Ada yang replikatif dan nonrepilkatif. Repotnya yang memperbanyak diri ini bisa-bisa antibodi yang terbentuk justru tertuju kepada adeno virus, bukan virusnya sendiri.
Sedangkan yang nonreplikatif setelah tiga kali penyuntikan akan mati, tidak bisa replikasi, tinggal proteinnya. Makanya dulu sempat kita menggunakan yang non replikatif. Tapi dalam perjalanan saat kita proses memasukkan gen ke dalam rekonstruksi virus itu karena besar, menjadi tidak lengkap, sehingga ada bagian protein yang bolong. Berarti tidak bisa maksimal menginduksi antibodi. Maka dalam mendesain vaksin tergantung dari sifat virus itu sendiri. Patogenesisnya seperti apa, juga pertimbangan halal atau tidak. Dalam pengembangan, kita selalu diaudit oleh LPOM MUI, kalau tidak halal tidak bisa dipakai. Oleh karena itu, pemerintah mengimpor yang halal.
Disebut memiliki efektivitas 80 persen, bisa dijelaskan?
Inavac kombinasi dari potensinya kuat, efektif cepat, ekonomis. Soal efektivitas 80 persen, artinya kalau virus yang menginfeksi sama dengan virus vaksin maka akan 100 persen. Kalau berbeda akan ada perubahan, ada yang turun 10 persen dan sebagainya. Inavac cukup tinggi karena punya protein yang komplit mulai protein S, RWB, N, membran untuk menetralisir infeksi virus.
Dari situ terlihat bahwa kemampuan vaksin tersebut untuk menginduksi cukup tinggi. Ini memang kelebihan yang whole virus, tapi memang produksinya cukup mahal, karena harus membiakkan virus di fasilitas BCL-3. Kalau rekombinan tidak perlu seperti itu karena protein cukup dititipkan pada virus yang tidak mematikan pada manusia aman-aman saja.
Fasilitas BCL-3 bertekanan udara negatif, sistem sirkulasu harus divalidasi sehinga perlu waktu. Kita punya, tapi untuk hewan. Ini yang skala industri untuk proses memperbanyak vaksin. Saat kita tawarkan ke Biofarma tidak punya BCL 3. Akhirnya di Biotis.
Selain itu, produksi vaksin memerlukan semua ruangan, semua bangunan dan semua alat harus GNP (Good manufacturing practices) sesuai standar WHO. Tidak boleh tidak. Makanya membangun fasilitas itu perlu waktu dan biaya besar. Kenapa GNP? Supaya bisa di-tracing produknya. Kalau murni ya betul murni.
Contohnya pengembangan Inavac karena menggunakan sistem sel vero maka tidak boleh mengandung DNA sel vero. Berarti dalam proses harus dihilangkan sel vero, dengan dideteksi dan dilacak. Kita lakukan bensonase untuk mengikat DNA, dan purifikasi sehingga itu bisa menjadi bahan dasar vaksin.
Pada tahap akhir setelah 15 tahapan, vaksin yang sudah jadi tetap diteliti apakah masih ada konsentrasi DNA sel veronya. Standar Eropa adalah 20 Nanogram, Standar WHO 10 nanogram. Kita mengikuti standar WHO. Kenapa yang dibidik sel vero, karena ini digunakan untuk produksi virus.
Salah satu kelebihan lain Inavac adalah virus yang digunakan, bisa dijelaskan?
Jadi, sebaiknya bahan vaksin berasal dari lapangan di mana vaksin itu nanti akan digunakan. Oleh karena itu, saya berusaha mendapatkan virus Covid dari orang Indonesia, bukan Malaysia, Filipina atau lainnya. Makanya ada istilah vaksin kita ini asalnya Isolate Indonesia, karena virusnya diisolasi dari orang asli sini yang terinfeksi. Kalau lainnya dari isolatenya dari Amerika, Tiongkok, dan lain-lain. Jadi ini kelebihan kita, dari virus kita untuk kita sendiri. Harapan kami dengan kesamaan homologi yang tinggi, bisa menetralisir.
Cocok untuk vaksin primer atau booster?
Jadi, Inavac ini ada enam peruntukan. Untuk vaksin primer dewasa, mulai 18 tahun ke atas sampai 80-90 tahun. Lalu, booster untuk dewasa. Lalu primer untuk remaja, vaksin booster untuk remaja, lalu primer anak dan booster anak. Harapannya EUA dari BPOM untuk booster dewasa tanggal belasan ini sudah turun.
Sekarang uji klinik sedang dilakukan oleh teman-teman rumah sakit, kita tidak boleh intervensi. Pengawasnya termasuk expert dari Kemenkes dan BPOM. Ada aturan. Fase 1 pada 92 orang, fase 2 405 orang, dan fase 3 4.005 orang. Karena safety-nya sudah tercapai, nanti saat uji untuk anak berkurang subjeknya, 1,000 atau 700 orang.
Harapan kami EUA, sampai Maret tahun depan semua keluar. November booster, akhir Desember untuk remaja, dua minggu setelah itu booster remaja, 28 hari untuk primer anak dan selanjutnya booster anak. Jadi, masih lima gol lagi yang harus diselesaikan.
Sudah diproduksi untuk pasar?
Untuk vaksin primer sudah diproduksi, tapi belum beredar.
Kapasitas mulai diproduksi besar-besaran?
Kemampuan produksi maksimal Biotis 240 juta dosis per tahun, cukup banyak. Per bulan 20 juta dosis. Kalau saya melihat itu, mestinya bisa mencukupi me-replace vaksin dari luar. Menkes mengharapkan 50 persen ke depan tidak ada impor vaksin, harus kita sendiri. Malah kalau bisa ekspor. Kesempatan ada di Afrika, pada pertemuan G-20 akan dibahas.
Kendala pengembangan?
Sejak awal memang ada kendala. Awalnya berusaha mengembangkan sendiri. Pertama Maret 2020, saya berusaha mendapatkan sampel virus, tapi kesulitan. Begitu juga untuk dana tidak langsung dapat. Awalnya merogoh kantong sendiri, sempat dibantu oleh universitas, sebelumnya akhirnya pada April 2021 mendapat dukungan pemerintah.
Masih ada kendala lain?
SDM tidak banyak, peralatan, bahan-bahan yang menjadi peran penting dalam menghambat. Impor mesin juga penghambat, saat kita ingin beli diinterograsi penjualnya. Ditanya untuk apa, ditaruh di mana? Karena mungkin mereka takut untuk bioterorism atau apa. Pembeli selalu diseleksi.
Apa yang dimaksud viroinformatika dalam pengembangan vaksin?
Itu pendekatan pada langkah awal pembuatan vaksin. Kita juga menggunakan, mendesain vaksin melihat molekulernya, susunannya, toxic atau tidak, pertumbuhannya bagus atau buruk, matching gen-nya bagus atau tidak. Seperti bioinfornatika, mengeksplor gen, protein sifatnya seperti apa, sebagai prediksi berbasis permodelan komputer.
Terus bermutasi, sejauh mana Inavac bisa mengatasi?
Itu tantangan bagi pengembang vaksin. Makanya kita menggunakan metode inactivated whole virus agar bisa menetralisir perubahan atau mutasi yang terjadi. Karena yang kita kembangkan virus utuh yang dimatikan, dengan protein lengkap. Kita monitoring, kejadian di lapangan, Uji reaktivitas.
Sejauh ini, Inavac bisa menetralisir Alpha, Beta, B1, Delta, Omicron. Kalau XBB kita masih proses, sedang tahap mendapatkan sampel virus untuk direaksikan. Selama kurang (virusnya) kita tidak bisa mereaksikan untuk melihat kemampuan netralisirnya.
Tapi meskipun begitu, tidak lepas sama sekali. Karena mutasi XBB berkisar 50 asam amino, sehingga sifat protein berubah, antibodi yang terbentuk juga berubah. Tapi jika protein-protein yang lain bisa terjadi cross reaction, cross protective, maka bisa mengeliminir meskipun tidak 100 persen.
Perkembangan virus Covid ini banyak sekali, BA5 jadi BQ1 dan BQ11, lalu berkembang CA1. Kemudian terjadi hybrid rekombinan dari BA2 menjadi XBB.
Apakah dapat bersifat fatal?
Virus ini sifat siklusnya selalu kembali memutar. Setiap 3 sampai 5 tahunan akan kembali ganas. Kadang-kadang muncul kita tidak tahu, tapi selama mutasinya melemah, maka aman-aman saja.
Bagaimana pengembangan vaksin Covid selanjutnya?
Covid-19 ini kita memikirkan second generation, maka kita perlu data dari luar untuk komposisi virus. Kita sedang karakterisasi virus, lihat potensi, macam protein dan sebagainya.
Perubahan iklim memicu mutasi virus?
Pendapat itu wajar, memang climate exchange ini sangat berpengaruh terhadap mutasi virus. Semakin catastrophes melanda (bencana) bumi ini, maka semakin banyak virus penyakit meloncat ke hewan lain atau manusia. Karena mereka mencari sel hidup, wajar terjadu mutasi virus.
Karena mutasi dipengaruhi suhu, host yang berbeda, vaksin memacu. Karena mereka ingin menguasai sel itu untuk berkembang. Ini daya survival-nya dia. Patogenesisnya memang dalam sel seperti itu. Kalau tidak begitu tidak bisa hidup. Virus ada yang mudah mutasi ada yang tidak. Spill over dia masuk ke lalat, nyamuk atau organisme air lain, atau melompat ke manusia. Menularnya saat kita kontak dengan hewan seperti menyembelih, pengolah masakan, dan lainnya.
Indonesia disebut hot spot zoonosis, pendapat anda?
Memang kebanyakan penyakit berasal dari lingkungan dan hewan. Dan di hewan ada sekitar 74 penyakit yang berpotensi menular ke manusia. Makanya negara tropis yang sangat berpotensi virus berpindah dari hewan ke manusia. Virus beradaptasi.
Dari 74 itu mungkin ada satu yang menginfeksi tapi orang tidak terasa. Itulah mengapa Indonesia disebut hot spot zoonosis karena banyak penyakit yang dari hewan ke manusia. Karena sebelum ke manusia mereka pasti bermutasi, entah di hewan yang mana, sehingga bisa menginfeksi, atau timbul mutasi baru menginfeksi dan beradaptasi. Sehingga potensinya cukup riskan karena tropis. Harus banyak vaksin. Orang AS mau ke Indonesia ditanya sudah vaksin apa saja, juga sebaliknya dari Indonesia ke sana.
Untuk pencegahan, perlukah penjualan hewan hidup di pasar diatur?
Makanya ada pendekatan One Health Colaborating Center. Di sini ADPRC Airlangga Disease Prefention Center. One Health adalah harmonisasi antara hewan, lingkungan, dan manusia. Karena tiga ini potensi penyakit terjadi, lingkungan rusak berpindah. Ini komitmen atau program yang melibatkan antara hewan, lingkungan dan manusia. One Health-nya Indonesia programnya melakukan pencegahan.
Ke depan, pengembangan virologi-imonologi?
Kita melakukan eksplorasi macam virus, apakah ada yang baru. Makanya, sistem informasi diperlukan. Monitoring sangat penting. Kalau bisa berkembang terapi antara virus bagus, menggunakan kemoterapi, extra physoical, dan lainnya. Oleh karena itu, Menkes akan memberi alat squencer ke tiap provinsi, untuk melacak asam amino virus. Nanti akan dipegang oleh Dinas Kesehatan masing-masing.
Peluang membuat vaksin demam berdarah?
Peluangnya terbuka. Dulu saya koordinatornya di Litbangkes. Dulu kita pernah mendesain dengan vaksin DNA, rekombinan dengan virus insect yang kita isolasi lalu dimasukkan protein virus demam berdarah. Tapi terhenti karena saya dipanggil pulang mengembangkan stem cell di Unair, selanjutnya vaksin Covid ini.
Sejauh mana capaiannya?
Saat itu sudah berhasil mendapat satu calon vaksin, padahal demam berdarah bersifat dependent inhancment. Jika terinfeksi jenis virus lain, tapi antibodi rendah, maka antibodi ini akan diikat oleh virus demam berdarah ini. Nanti suatu saat kita melangkah ke sana.
Redaktur: Redaktur Pelaksana
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia