Jakarta Sudah Tidak Layak Lagi Untuk Kualitas Hidup Masa Depan Manusia Indonesia
IKN NUSANTARA
Foto: setneg.go.idJAKARTA- Keputusan Pemerintah memindahkan Ibukota Negara (IKN) dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur merupakan langkah strategis yang tepat. Jakarta dinilai sudah tidak layak lagi sebagai ibukota RI lagi dengan kondisi polusi udara dan pengambilan air dari bawah tanah yang membuat Jakarta cepat tenggelam.
Dari sisi ekonomi, biaya hidup semakin mahal dan dengan tingkat kepadatan penduduk membuat rumah penduduk semakin jauh, sehingga membutuhkan waktu hingga dua jam ke tempat kerja. Dalam sehari butuh perjuangan empat jam waktu yang tersita di perjalanan, sehingga tidak kondusif untuk keluarga. Selain itu, tidak ada taman, karena semua jalur hijau sudah jadi rumah dan daya beli warganya pun menurun karena biaya hidup tinggi.
Peneliti Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi mengatakan, Jakarta secara populasi dihuni sekitar 10 juta orang, tetapi di siang hari dihuni sekitar 25-30 juta orang, ada 10-20 juta orang yang bergerak sebagai komuter setiap harinya dan juga pengunjung temporer yang datang untuk berbagai urusan ke Jakarta.
Jakarta jelasya bukan hanya ibukota yang memiliki beban administratif pemerintahan, tetapi juga salah satu pusat ekonomi tersibuk di Asia Tenggara (ASEAN) dimana produk domestik regional bruto (PDRB) Jakarta mencapai 17 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Terkait dengan konsentrasi penduduk miskin yang berbasis ekonomi informal serta kemacetan jalan yang menyebabkan polusi tak terkendali dan menimbulkan inefisiensi waktu dan biaya, keduanya tak mungkin bisa dibendung karena hanya jakarta satu-satunya wilayah yang menawarkan peluang ekonomi yang besar dan membuat daya tariknya luar biasa besar.
"Tidak ada intervensi yang efektif untuk mencegah orang berusaha mencari peluang ekonomi di Jakarta selama pusat bisnis masih terkonsentrasi di Jakarta," katanya.
Hal itu bisa diamati, setiap harinya banyak pekerja dari Rangkasbitung ke Jakarta dengan jarak lebih dari 100 kilometer (km) untuk mengejar peluang ekonomi di pagi hari dan kembali malam hari dengan mengandalkan kereta rel listrik (KRL). Di sisi timur juga demikian, pergerakan dari Karawang dan Purwakarta ke Jakarta via KRL sampai Cikarang juga cukup besar tiap harinya.
Moratorium Bunga Obligasi Rekap
Dengan mencermati kondisi tersebut, Peneliti Pusat Riset Pengabdian Masyarakat (PRPM) Institut Shanti Buana, Bengkayang, Kalimantan Barat, Siprianus Jewarut mengatakan memindahkan ibukota ke IKN Nusantara itu sangat tepat. IKN Nusantara bukan hanya strategis, tetapi juga sebagai masa depan Indonesia.
Dia mengakui, di tengah upaya membangun IKN Nusantara, ada pihak-pihak tertentu yang mempertanyakan komitmen investor yang sulit untuk menanamkan modalnya di sana. Sebenarnya, hal itu gampang dan tidak menjadi faktor penghambat pembangunan. Pemerintah tinggal melakukan moratorium obligasi rekap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang bunganya 700 triliun rupiah yang dibayarkan ke bank-bank pengemplang BLBI.
"IKN itu masa depan Indonesia, Pemerintahan baru nanti diharapkan bisa tegas memutus mata rantai utang di atas utang yang tidak produktif. Dana 700 triliun rupiah tiap tahun itu cukup untuk membangun IKN. Kalau Pemerintah moratorium bunga obligasi rekap BLBI selama empat tahun RI akan maju," kata Siprianus.
Pemerintah katanya sebenarnya punya uang, tetapi dibuang sia-sia. Padahal, kalau itu dimanfaatkan dengan benar, maka bisa mewujudkan IKN yang di masa depan akan menjadi ikon dunia, kalau pemerintah bisa membiayai dari sumber APBN yang ada dengan menghentikan pembayaran bunga obligasi rekap BLBI.
Kalau Pemerintah berani melakukan moratorium tujuh tahun, di mana tiga tahun untuk bangun IKN, dan empat tahun untuk bangun swasembada pangan, maka Indonesia akan jauh lebih maju.
Kebijakan seperti itu sangat ditunggu karena untuk rakyat makan dan Pemerintah tidak perlu mengimpor pangan lagi, sehingga inflasi pun akan turun. Pemerintah juga bisa menghentikan angka stunting, sehingga secara tidak langsung bisa melaksanakan sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Selama ini hanya sebatas dihafalkan, tetapi tidak dijalankan.
"Untuk apa kita bicara Pancasila kalau tidak dilaksanakan. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Mana ada uang rakyat dipakai subsidi bank yang ngemplang utang pada negara selama 27 tahun. Obligasi rekap itu tidak beradab dan tidak adil. Ini perangkap," katanya.
Direktur Pusat Studi Islam dan Demokrasi (PSID) Jakarta, Nazar EL Mahfudzi yang diminta terpisah berharap, Presiden terpilih pasti lebih mampu menyelesaikan masalah keterbatasan pembiayaan untuk IKN. Sebab, IKN itu masa depan Indonesia. Pemerintahan baru diharapkan bisa tegas memutus mata rantai utang di atas utang yang tidak produktif.
"Uang 700 triliun rupiah tiap tahun cukup untuk bangun IKN. Dengan moratorium bunga Obligasi Rekap BLBI selama empat tahun RI akan maju,"tegas Nazar.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia