Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Pertambangan - Ormas Penerima IUP Tak Bisa Berikan Izin Itu ke Pihak Lain

IUP Ormas Berpotensi Disalahgunakan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah membuka Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) untuk diberikan kepada sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) bidang keagamaan. Namun, kebijakan tersebut rentan disalahgunakan dan malahan diberikan ke pihak ketiga.

Anggota Komisi VI DPR RI, Subardi, menilai pemberian izin ini tidak memiliki urgensi dan bersifat diskriminatif. Persoalannya, banyak ormas lain di luar bidang keagamaan yang keberadaannya bukan lembaga ekonomi. Eksistensi ormas sesuai UU Nomor 17 Tahun 2013 adalah organisasi nirlaba yang mandiri dan bersifat sosial.

"Apa urgensinya? Ormas diatur dalam UU Ormas dan itu bukan lembaga bisnis. Ormas apa pun itu tidak berbisnis. Ketika Pak Menteri memberikan prioritas kepada ormas keagamaan, berarti ada diskriminasi," kata Subardi dalam Raker Komisi VI bersama Menteri Investasi/ Kepala BKPM di Ruang Rapat Komisi VI, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6), seperti dikutip dari laman resmi DPR, Rabu (12/6).

Menurutnya, kontribusi ormas keagamaan untuk bangsa sangatlah besar. Namun, pemberian izin tambang bukan soal kontribusi ormas kepada bangsa, melainkan tuntutan profesionalisme dalam pengelolaan tambang.

Dia pun mempertanyakan pengalaman ormas di sektor tambang. "Karena konsesi tambang bukan sebatas izin di lembaran kertas, ada proses yang panjang. Ada tuntutan profesional, tuntutan modal, lingkungan, dan sebagainya. Kalau ormas, selama ini kan tidak pernah ngurusi tambang," tambah Subardi.

Sesuai Pasal 83A Ayat 6 PP 25 Tahun 2024, jangka waktu pemberian WIUPK berlaku selama 5 tahun. Aturan ini hanya memberikan izin tambang untuk enam ormas keagamaan. Jumlah ini mewakili semua agama resmi di Indonesia.

Subardi menilai, akhirnya, ormas penerima izin tambang akan menjadi kontraktor tambang karena lahan yang diberikan akan dikelola kembali oleh pihak ketiga. "Akhirnya apa yang terjadi? Ya jual kertas, jual lisensi, jual izin. Apakah kita akan berbisnis seperti itu?" imbuhnya.

Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, menegaskan ormas yang mendapat izin konsesi tambang untuk mengoptimalkan kebutuhan organisasi. Izin tersebut akan dikerjakan oleh kontraktor berpengalaman di bidang tambang.

Menurut dia, ormas yang sudah menerima izin tidak bisa memberikan izin tersebut ke pihak lain. "Bila ormas menolak jatah izin tambang, pemerintah bakal melelang izin tambang berupa komoditas mineral dan batu bara itu," tegasnya.

Masyarakat Adat

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, mempertanyakan soal keadilan bagi masyarakat adat dan penduduk asli di sekitar tambang. Dia menyebut masyarakat Kalimantan yang setiap hari bekerja untuk tambang, hanya bisa "gigit jari" melihat banyaknya sumber daya alam mereka yang diambil.

"Masyarakat adat, penduduk asli, di mana hak mereka, Pak? Mereka yang berdiam dari ribuan tahun dari republik itu di Dapil saya, Kalimantan Utara sana, ratusan kapal tiap hari ada di laut memindahkan batu bara untuk diekspor keluar. Mereka cuma gigi jari. Jangankan tambang, tanah mereka pun diambilin untuk yang namanya plasma dan ini yang sampai sekarang konflik semua Pak," jelasnya.

Untuk itu, besar harapan Deddy agar pemerintah dapat berlaku adil. Tidak hanya memperhatikan salah satu elite saja. "Ini kan ada dipikirkan juga Pak (keadilan untuk semua), terutama masyarakat asli di sana Pak, masyarakat setempat, banyak organisasi adat di Kalimantan Pak. Hampir semua desa, kecamatan itu ada lembaga adatnya Pak. Kapan mereka mendapatkan remah-remah kekayaan alam kita ini?" tanya Legislator Dapil Kalimantan Utara tersebut.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top