Rabu, 19 Mar 2025, 13:07 WIB

Isu Penyiksaan Makin Kompleks, Ombudsman RI Dorong Pemerintah Ratifikasi Protokol Anti Penyiksaan

Anggota Ombudsman Johanes Widijantoro

Foto: antara foto

JAKARTA - Ombudsman RI mendorong pemerintah untuk segera meratifikasi Protokol Opsional Konvensi Anti Penyiksaan atau Optional Protocol to the Convention Againts Torture (OPCAT).

Anggota Ombudsman Johanes Widijantoro mengatakan bahwa isu penyiksaan merupakan isu yang kompleks karena pemangku kepentingan merupakan pihak-pihak strategis. “Oleh karena itu diperlukan kolaborasi agar mampu mengimplementasikan berbagai isu tersebut menjadi aksi nyata,” ujar Johanes, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (19/3).

Adapun Ombudsman bersama lima lembaga negara tergabung dalam Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Komisi Nasional Disabilitas (KND).

Johanes menilai pekerjaan KuPP masih banyak, sehingga Ombudsman membutuhkan peran dari masing-masing anggota KuPP untuk mendorong isu penyiksaan yang kompleks tersebut.

Anggota Ombudsman Jemsly Hutabarat menambahkan, KuPP berinisiatif untuk mengampanyekan pentingnya pencegahan penyiksaan demi terwujudnya mekanisme pencegahan penyiksaan nasional.

“Kami berharap usaha-usaha yang telah dilakukan KuPP pada akhirnya kan memberikan hasil yang sama dengan negara-negara lain yang telah memiliki National Prevention Mechanism atau NPM,” kata Jemsly.

Melanjutkan, ia mengatakan bahwa KuPP yang diiniasi tahun 2016 telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong ratifikasi OPCAT.

Beberapa di antaranya berupa penandatanganan nota kesepakatan dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), melakukan berbagai pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukam), Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Polri, serta pemangku kepentingan lainnya, melakukan kunjungan ke lembaga pemasyarakatan, dan melakukan kampanye bersama.

Adapun Ombudsman telah menerima kepemimpinan KuPP dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan di Jakarta, Kamis (13/3). Jemsly menjelaskan berpindahnya koordinator KuPP ke Ombudsman menjadi tantangan tersendiri karena Komnas HAM dan Komnas Perempuan, sebagai koordinator sebelumnya, telah menorehkan berbagai prestasi.

Dia pun menyampaikan beberapa usulan program kerja untuk tahun 2025, di antaranya advokasi kebijakan, peningkatan kapasitas internal dan mitra, pemantauan dan pelaporan bersama, pendidikan publik, serta dialog konstruktif.

“Apa pun tantangan yang akan dihadapi ke depan, KuPP harus tetap berjalan sampai adanya ratifikasi OPCAT," ucap dia menegaskan.

Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan Andi Yetriyani mengatakan KuPP memiliki banyak tantangan, yaitu situasi politik yang sangat dinamis dan cenderung dapat menutupi berbagai isu penyiksaan, birokrasi, aspek budaya, serta keterbatasan anggaran.

Dirinya berpesan agar siapa pun yang menjadi koordinator perlu memastikan adanya memori institusi dari KuPP. Untuk itu sampai dengan adanya kerangka hukum pencegahan penyiksaan, KuPP dinilai tetap perlu menjaga akuntabilitas dan transparansi.

Redaktur: Sriyono

Penulis: Sriyono

Tag Terkait:

Bagikan: