Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Distribusi BBM - Kebutuhan Solar di Sektor Industri Naik Jadi 8,4 Miliar Liter pada 2021

Industri Pengguna Biosolar Ditindak

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melarang pelaku industri menggunakan bahan bakar minyak (BBM) subsidi seperti biosolar. Larangan itu berlaku baik untuk proses produksi, pembangkit listrik, ataupun transportasi angkutnya. Tujuannya agar pasokan BBM subsidi tepat sasaran atau dapat memenuhi permintaan masyarakat yang membutuhkannya.

Dalam inspeksi mendadak (sidak) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT Pertamina (Persero), akhir pekan lalu, di sejumlah daerah, penyelewengan solar subsidi masih marak. Kondisi itu pun memicu terjadinya kelangkaan pasokan.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengaku menginstruksikan jajaran direktorat di lingkungan Kemenperin untuk menyampaikan kepada seluruh sektor binaannya agar tidak menggunakan BBM bersubsidi. "Kalau perusahaan industri masih menggunakan BBM bersubsidi, akan ada sanksi tegas," tegasnya, di Jakarta, Selasa (12/4).

Merujuk data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), kebutuhan solar di sektor industri untuk mendukung proses produksi dan pembangkit listrik terus meningkat. Pada 2021, kebutuhan solar untuk produksi sebanyak 8,4 miliar liter, meningkat drastis dari 214,9 juta liter pada 2019.

Menperin meyakini sektor industri binaan Kemenperin dapat mematuhi peraturan yang berlaku terkait penggunaan solar, yakni Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Pada Perpres tersebut, disebutkan solar merupakan jenis BBM tertentu yang diberikan subsidi oleh pemerintah, dengan pengaturan penyediaan dan pendistribusiannya. BBM tertentu jenis solar dikenakan aturan wajib dicampur dengan biodiesel fatty acid methyl ether (FAME) dengan komposisi 30 persen (B30) dan selisih harga pencampurannya ditanggung oleh BPDP Kelapa Sawit, sesuai dengan Perpres No 66 Tahun 2018.

"Jadi, industri harus menggunakan BBM diesel khusus untuk industri, yang skema pendistribusiannya berbeda dengan BBM jenis tertentu solar bersubsidi. Terdapat perbedaaan spesifikasi BBM industri (Industrial Diesel Oil/ IDO) dengan BBM solar atau B30 bersubsidi (Automotive Diesel Oil/ ADO) yang apabila dipaksakan digunakan akan merusak mesin industri," tegas Menperin.

Agus menambahkan, pengawasan penggunaan BBM jenis tertentu yang diberikan subsidi akan dilakukan oleh Kepolisian RI bekerja sama dengan Penyidik PNS (PPNS) yang terkait. Khusus untuk kegiatan ekspor ilegal BBM jenis solar, telah dibentuk Satuan Tugas Anti-Illegal Export BBM Solar di bawah Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi, yang menyatukan langkah pengamanan perbatasan dari penyalahgunaan BBM solar untuk kegiatan yang melawan hukum.

Satgas khusus ini beranggotakan kementerian terkait (seperti Kemenperin yang diwakili oleh Inspektorat Jenderal), Kepolisian RI, TNI Angkatan Laut, Mabes TNI, hingga Badan Keamanan Laut.

Masih Marak

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengaku menemui kasus penyaluran BBM bersubsidi yang tak tepat sasaran saat melakukan sidak di sejumlah daerah seperti Bengkulu dan Medan.

"Biosolar ini kan subsidi, harusnya diperuntukkan bagi yang berhak, bukan untuk industri. Banyak kita temui di lapangan, (BBM subsidi) banyak dipakai untuk angkutan industri. Ini mengakibatkan berkurangnya jatah BBM (subsidi) bagi masyarakat umum," kata Arifin.

Dia mengatakan pemberian subsidi BBM karena mahalnya harga komoditas minyak global akibat adanya eskalasi konflik Russia-Ukraina.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top