Jum'at, 15 Nov 2024, 12:02 WIB

Indonesia Komitmen Capai Target Iklim Tanpa Bergantung pada Bantuan

Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq (tengah) dalam sesi Media Briefing di Baku, Azerbaijan, Kamis (14/11/2024)

Foto: ANTARA/HO-KLH

JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq menyatakan komitmen Indonesia untuk berupaya mencapai target iklim dengan tidak bergantung pada bantuan, tapi pada kemitraan saling menguntungkan.

"Keikutsertaan Indonesia di COP29 ini ditandai dengan tekad yang kuat untuk tidak tergantung pada bantuan atau hibah, tetapi berfokus pada kemitraan yang saling menguntungkan," ujar Menteri LH Hanif dalam keterangan diterima di Jakarta, Jumat (15/11).

Dia menjelaskan bahwa Indonesia mengambil langkah tegas dalam mewujudkan target-target Perjanjian Paris 2015 yang telah diratifikasi pada 2019.

Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan, Indonesia mengidentifikasi 19 inisiatif penting, terdiri atas 14 aspek negosiasi dan 5 bentuk kerja sama platform, untuk meraih target emisi yang lebih ambisius.

Delegasi Republik Indonesia menghadiri COP29 di Baku, Azerbaijan, sebagai langkah konkret memperkuat komitmen dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan upaya keberlanjutan lainnya.

Hanif menjelaskan bahwa delegasi yang dipimpin oleh Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim, Hashim Djojohadikusumo juga menggelar berbagai pertemuan bilateral dan diskusi strategis untuk memperkuat diplomasi dan kerja sama internasional dalam menangani krisis iklim.

Secara khusus, dia menyoroti bahwa proses negosiasi UNFCCC memang panjang. Namun, ada langkah-langkah konkrit kerja sama dengan beberapa mitra untuk meningkatkan aksi mitigasi dan adaptasi di Indonesia, termasuk perdagangan karbon.

Menteri LH juga menggarisbawahi pentingnya kerja sama bilateral nyata dalam mengurangi emisi global, salah satunya melalui perdagangan karbon yang transparan. Artikel 6 dari Perjanjian Paris, khususnya mengenai perdagangan kredit karbon.

Salah satu yang telah dilaksanakan sebagai bentuk kerja sama antara Indonesia dan Jepang melalui mekanisme Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk pelaksanaan kerja sama perdagangan karbon.

Mutual Recognition Arrangement Indonesia dan Jepang yang sebelumnya diumumkan kepada komunitas internasional di COP29 Baku menjadi kerja sama bilateral pertama dengan MRA, dengan panduan Artikel 6.2 Perjanjian Paris.

"Perlu saya tegaskan juga bahwa peran pasar karbon adalah untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca, untuk pencapaian NDC, bukan untuk tujuan ekonomi lainnya," ujarnya.

Indonesia terus mendorong penggunaan energi terbarukan dan mengembangkan skema sertifikasi untuk emisi karbon melalui mekanisme yang ketat dan terstandarisasi, seperti Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI).

Pemerintah juga mengupayakan adanya peta jalan yang jelas bagi sektor-sektor penyumbang emisi untuk mencapai batas emisi tertentu, serta mendorong sektor kehutanan dalam mengembangkan mekanisme offset karbon.

"Jadi, sekali lagi saya tegaskan, kami di sini bukan untuk meminta bantuan, melainkan untuk menawarkan kemitraan, metodologi, dan kerja sama dalam konteks penurunan emisi gas rumah kaca," kata Hanif Faisol Nurofiq.

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: