Selasa, 03 Des 2024, 10:58 WIB

Indonesia-Kanada Perkuat Kolaborasi Mineral Kritis dan Transisi Energi

Menteri ESDM RI Bahlil Lahadalia (kanan) bersama Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ng (kiri) menandatangani MoU soal mineral kritis dan transisi energi di Jakarta, Senin (2/12/2024).

Foto: ANTARA/HO-Kementerian ESDM

JAKARTA - Pemerintah Indonesia dan Kanada menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk memperkuat kolaborasi pemanfaatan mineral kritis dan optimalisasi transisi energi yang dilakukan Kementerian ESDM Indonesia dan Kementerian Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Jakarta, Selasa, menjelaskan MoU yang ditandatangani pada 2 Desember 2024 mencakup beberapa area kerja strategis, antara lain penerapan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG); pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui teknologi bersih; serta penguatan perdagangan dan investasi sektor pertambangan.

Dikatakan Bahlil, kerja sama ini menjadi suatu hal yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat.

"Listrik kita saat ini sebesar 91 gigawatt dengan pertumbuhan ekonomi di bawah 6 persen. Target Presiden Prabowo untuk pertumbuhan ekonomi ke depan adalah 8 persen, sehingga kami memerlukan tambahan 61 gigawatt untuk mendukung target tersebut," katanya.

Dirinya juga mengatakan bahwa transisi energi menjadi fokus utama pemerintah Indonesia yang dapat dilihat dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2025-2033, yang didominasi oleh energi baru dan terbarukan (EBT).

"RUPTL 2025-2033 kami rancang dengan target 60 persen energi baru terbarukan. Kami berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060, bahkan mendorong agar bisa lebih cepat pada 2050," ujar Bahlil.

Lebih lanjut, Menteri Promosi Ekspor, Perdagangan Internasional, dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ng menegaskan pihaknya mendukung transisi energi berkelanjutan di Indonesia melalui pendanaan iklim global.

"Komitmen kami untuk mendukung transisi energi Indonesia yang adil dan berkelanjutan bersifat substansial. Ini termasuk pendanaan iklim global kami sebesar 5,3 miliar dolar Kanada, termasuk Indonesia selama lima tahun terakhir," katanya.

Sebagai bagian dari pendanaan ini, lanjut Mary Ng, Kanada mendukung proyek-proyek utama dengan Bank Pembangunan Asia, seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi Sarulla di Sumatera Utara dan pembangkit listrik tenaga angin dan surya di Sulawesi Selatan dan Lombok.

Ia juga menyatakan bahwa Kanada bangga menjadi mitra dalam Just Energy Transition Partnership (JETP), yang bertujuan memobilisasi pembiayaan publik dan swasta hingga 20 miliar dolar AS untuk mendukung transisi energi Indonesia.

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan: