Implementasi Jiwa dalam Ranah Seni
Foto: foto: dok. Jakarta Biennale 2017Jakarta Biennale 2017 kembali digelar di tiga tempat di Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, dan Gudang Sarinah Ekosistem. Mengusung tema Jiwa dalam implementasi berbagai rupa.
Nama biennale dirujuk sebagai arti dari dua tahunan, mengingat acara ini merupakan acara dua tahunan. "Biennale itu artinya dua tahunan. Jadi acara ini ya memang acara dua tahunan, kemarin diadakan pada 2015," jelas Juan, salah satu volunteer dari Jakarta Biennale 2017.
Tema ini diangkat karena jiwa dianggap bisa memaknai semangat yang terwujud dalam setiap unsur kesenian, sebuah ranah imajinasi dan penciptaan dalam ruang dan waktu. Jiwa juga bisa diartikan sebagai semangat dan identitas. Namun dapat berarti pula sebagai pembeda untuk merangkum atau memisahkan satuan wujud yang dipercaya dalam berbagai kehidupan.
Dengan mencoba melihat beberapa pelaku seni dan kisah-kisahnya yang terlupakan, Jakarta Biennale 2017 berupaya menghadirkan kembali atau memberi peluang kehadiran jiwa seni rupa Indonesia. "Jadi jiwa itu semacam nyawanya seni," ungkap Juan. Ada sekitar 50seniman yang turut hadir memamerkan karya seninya di sini, baik seniman lokal maupun internasional. Beberapa di antaranya Ali Al-Fatlawi dan Wathiq Al-Ameri, Chiharu Shiota, Choy Ka Fai, Dwi Putro Mulyono, Garin Nugroho, sampai PM Toh.
Tak hanya karya saja yang dipajang, ada juga pertunjukkan seni yang ditampilkan. Seperti Pinaree Sanpitak yang berkolaborasi dengan aktivis kuliner Indonesia, Rahung Nasution, yang menampilkan karya seni "Breast + Stupa" di Gedung Sarinah Ekosistem.
Pinaree mengambil inspirasi dari sosok perempuan untuk menciptakan bentuk payudara-stupa yang mengingatkan kita akan bentukbentuk organik di alam dan secara religius pada stupa candi-candi Budha.
Rahung menyajikan makanan nasi beraroma dari berbagai tradisi di Nusantara ke dalam tiga payudara stupa berukuran besar dengan bahan makanan yang dapat diperoleh di Jakarta.
Atau pula PM Toh yang menampilkan pertunjukkan storytelling bertajuk "Jiwa Laut" yang terinspirasi akan kekayaan laut yang dimiliki Indonesia. Pertunjukkannya itu menggunakan dua proyeksi yang melibatkan pengunjung yang mengenakan baju berwarna putih sebagai latarnya.
Jakarta Biennale 2017diselenggarakan dari 4 November sampai 10 Desember 2017. Pameran ini buka setiap hari sejak pukul 11 siangsampai 7 malam. Hari paling ramai dikunjungi adalah Sabtu dan Minggu karena biasanya ada pertunjukkan seni yang ditampilkan para seniman yang memamerkan karyanya di Jakarta Biennale 2017.
"Yang paling ramai itu kemarin, Minggu sampai 500 orang yang datang karena kebetulan puncak acaranya ada penampilan PM Toh," kata Juan. Selain itu acara ini gratis dan terbuka untuk umum. Tapi pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman ke area exhibition dan diharuskan menitipkan barang bawaan di tempat registrasi. gma/R-1
Gambarkan Emosi Laut
Pertunjukkan PM Toh disebut sebagai pertunjukkan yang paling ditunggu pengunjung. Tercatat lebih dari 500 orang hadir ke Gudang Sarinah Ekosistem untuk menyaksikan pertunjukkan seni dari PM Toh. Agus Nur Amal atau yang lebih dikenal dengan nama PM Toh adalah lulusan Institut Kesenian Jakarta jurusan teater. Penampilan solonya disebut-sebut sebagai karya yang efektif, murah dan tampilannya sederhana. Ia telah tampil di hampir seluruh dunia dengan total kurang lebih 600 pertunjukkan.
Yang paling diingat adalah pertunjukkan storytelling-nya ketika periode pasca konflik dan tsunami di Aceh pada 2000-an. Sedangkan pertunjukkan yang paling berkesan adalah ketika ia tampil sebagai bagian dari aksi rekonsiliasi antara umat Hindu dan Islam di Sumber Klampok di Bali.
Menonton pertunjukkan PM Toh sama saja seperti merayakan seni berbicara yang tidak mengurangi budaya modern dan karya seni. Pertunjukkannya malah bagian dari kekayaan bahasa di dunia yang kebanyakan tidak memiliki tradisi yang skriptual.
Di Jakarta Biennale 2017, PM Toh mempertunjukkan dongeng berjudul Jiwa Laut. Laut diangkat dikarenakan luasnya laut yang dimiliki bangsa Indonesia. Tak hanya itu, laut juga menjadi bagian hidup bagi orang Indonesia secara tidak langsung. Selain itu, laut juga menyimpan kehidupan, kelapangan, kedalaman, kegelapan, dan ketenangan yang dapat menghipnotis siapa saja.
Lewat gagasan dan pengetahuan akan laut, orang Indonesia dapat berlayar ke mana saja termasuk berlayar memasuki dan mengetahui jiwa setiap orang.
Teater Solo Jiwa Laut ini menggunakan objek sehari-hari seperti baskom air, topi tani, sandal, dan lain-lain. 32 baskom yang ada digambarkan sebagai tujuh level kedalaman laut, sementara topi bambu sebagai bentuk perwujudan gunung berapi tidak aktif, dan objek lainnya sebagai penjelmaan hiu di laut.
Pertunjukkan ini berlangsung selama 45 menit dan melibatkan pengunjung yang menggunakan baju berwarna putih sebagai latarnya. Ada dua proyeksi yang dihadirkan, satu mengarah ke area panggung dan satunya lagi mengarah ke badan-badan para pengunjung yang mengenakan baju putih itu. Jiwa Laut merupakan karya terbaru PM Toh yang menggambarkan emosi dari laut, yang bisa tenang karena perbuatan baik, atau malah bergejolak karena amarahnya. gma/R-1
Hubungkan Tubuh dengan Semesta
Chiharu Shiota, salah satu pelaku seni dari Negeri Sakura Jepang yang berhasil memukau pengunjung dengan karyanya yang berbentuk video bertajuk Bathroom atau kamar mandi, yang pernah ia pertunjukkan pada 1999. Dalam video itu menampilkan sosok Chiharu yang berada di dalam bathub di suatu kamar mandi yang sempit.
Ia kemudian menuangkan satu ember lumpur ke tubuhnya. Hal ini berlandaskan dari sebuah filosofi butoh Jepang yang artinya "tarian bumi" atau "tarian lumpur".
"Karyanya memang unik, tentang ritual pembersihan ada di Jepang," tutur. Dalam filosofi butoh, tanah atau bumi merupakan unsur pokok. Gerakan dan ekspresi yang primitif lebih dijunjung ketimbang keindahan.
Aksi Chiharu yang menuangkan lumpur ini sebagai bentuk ekspresi dalam mencemari masyarakat yang didominasi ritual-ritual pemurnian. Video itu ditampilkan dalam hitam putih. Butoh adalah salah satu penemuan penting di Jepang. Penarinya kerap bertelanjang dan tidak mencerminkan keindahan pada tariannya.
Chiharu Shiota adalah seniman kelahiran Jepang yang kini tinggal di Jerman. Karyanya memiliki maksud untuk menghubungkan tubuh dengan semesta. Setelah sukses mengejar karirnya sebagai pelukis, Chiharu merasa dirinya tidak memiliki koneksi spiritual dengan melukis lagi. Ini mengantarkannya pada sebuah pertunjukkan di Canberra School of Art, di mana ia memercikkan dirinya dan dinding galeri, dengan cat pernis berwarna merah yang membuat kulitnya melepuh.
Pertunjukkan radikalnya ini sebagai simbol liberal dirinya. Sekarang dirinya lebih dikenal dengan karya seni dengan ruang yang lebih luas dan tiga dimensi. Karya pertamanya, Return to Consciousness (Kembali Sadar) pada 1996 menampilkan sebuah ampul berisi darahnya di jantung sebuah instalasi akbar dengan jejaring benang yang memenuhi seluruh ruangan galeri pameran.gma/R-1
Redaktur:
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional