IMF: Pemulihan Negara Berkembang Butuh Waktu Bertahun-tahun
KRISTALINA GEORGIEVA Direktur Pelaksana IMF - Kami menghadapi pemulihan global yang tetap tertatih-tatih oleh pandemi dan dampaknya. Kami tidak dapat berjalan ke depan dengan benar seperti berjalan dengan ada batu menggelantung di sepatu.
Foto: CLEMENS BILAN/AFPWASHINGTON - Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2021 sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya pada Juli lalu yang diproyeksi tumbuh 6 persen. Revisi turun tersebut karena adanya risiko utang dan inflasi serta tren ekonomi yang berbeda setelah pandemi Covid-19.
Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, dalam pidato secara daring di Bocconi University, Italia, Selasa (5/10), mengatakan ekonomi global bangkit kembali, namun pemulihannya terbatas karena kesenjangan vaksinasi.
Prospek ekonomi global yang akan diperbarui pekan depan memperkirakan ekonomi negara maju pada 2022 akan kembali ke tingkat output sebelum pandemi. Namun demikian, sebagian besar negara berkembang akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih.
"Kami menghadapi pemulihan global yang tetap tertatih-tatih oleh pandemi dan dampaknya. Kami tidak dapat berjalan ke depan dengan benar seperti berjalan dengan ada batu menggelantung di sepatu," katanya.
Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, jelasnya, tetap menjadi mesin pertumbuhan yang vital, begitu pula Italia dan negara Eropa lainnya menunjukkan momentum yang meningkat, tetapi pertumbuhan memburuk di tempat lain.
Tekanan inflasi sebagai faktor utama yang berisiko diperkirakan akan mereda di sebagian besar negara pada 2022, tetapi akan terus memengaruhi beberapa negara berkembang. Ekspektasi inflasi yang berkelanjutan dapat menyebabkan kenaikan suku bunga yang cepat dan kondisi keuangan lebih ketat.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Jubilee USA Network, Eric Le Compte, mengatakan utang yang tinggi, harga pangan yang melonjak dan kurangnya vaksin adalah ancaman terbesar yang dihadapi negara-negara berkembang.
"Kami menghitung kerugian ekonomi dalam triliunan jika negara berkembang tidak dapat mengakses vaksin," kata Le Compte.
Lebih lanjut, Georgieva mengatakan dengan tingkat utang global yang sudah sekitar 100 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) global, maka banyak negara berkembang memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk menerbitkan utang baru.
Perlu Diantisipasi
Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan revisi ekonomi global oleh IMF itu perlu antisipasi agar probability success pertumbuhan global bisa lebih baik.
"Geopolitik global seperti hubungan AS-Tiongkok baik potensi konflik dan perang dagangnya sebagai dua ekonomi utama jelas berpengaruh terhadap pertumbuhan global," kata Wibisono.
Selain itu, faktor pertumbuhan penduduk dan climate change (perubahan iklim) juga perlu diwaspadai karena sangat memengaruhi kualitas hidup manusia dan produksi pangan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk dunia, semakin besar eksploitasi alam yang membuat peluang kerusakan lingkungan semakin besar.
"Penerapan zero carbon yang belum sesuai harapan juga dapat memengaruhi kualitas kehidupan penduduk dunia ke depan, juga persoalan kesenjangan ekonomi antara negara maju dan miskin yang semakin lebar," katanya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
Berita Terkini
- Cegah Kecelakaan Lagi, Korsel Inspeksi Semua Pesawat Boeing 737-800 Usai Kecelakaan Jeju Air
- Keren, Satgas TNI Papua Bagikan Baju untuk Anak-anak di Distrik Gome Saat Patroli
- Nelayan Jangan Melaut, BMKG: Siklon 98S Picu Gelombang Tinggi di Jatim dan Bali
- Tiongkok Sampaikan Dukacita Atas Kecelakaan Pesawat Jeju Air
- Serbia Hukum Penjara 14 Tahun Ayah dari Remaja yang Bunuh Teman-temannya di Sekolah