
Hutan Adat, Keadilan untuk Masyarakat Papua
Dukung Pemerintah - Seorang warga di hutan Kampung Sira, Distrik Saifi, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, baru-baru ini. Pemerintah Provinsi Papua Barat mendukung penuh kebijakan pemerintah, khususnya program perhutanan sosial.
Foto: ANTARA/MonalisaMANOKWARI - Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menyatakan skema perhutanan sosial yang cocok di Tanah Papua adalah hutan adat. Dengan skema hutan adat, masyarakat Papua akan merasa eksistensi mereka dihargai oleh pemerintah. "Hanya dengan hutan adat, menunjukkan secara langsung, negara mengakui dan menghargai hak-hak tradisional masyarakat adat Papua atas kepemilikan kawasan hutan dan sumber daya hutan," kata Ketua MRPB, Maxi Ahoren, pada acara penyambutan kedatangan Kapal Rainbow Warrior, di Pelabuhan Pelindo, Manokwari, Senin (12/3).
Menurut Maxi, dengan skema tersebut, orang asli Papua memperoleh keadilan dan kepastian hukum untuk status kawasan hutan dan pemanfaatan sumberdaya hutan sebagai miliknya sendiri untuk kesejahteraan antargenerasi. Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mengejar target program perhutanan sosial sebesar 12,7 juta hektare.
KLHK telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. Dalam peraturan ini, perhutanan sosial terdiri dari berbagai macam skema, di antaranya hutan tanaman rakyat, hutan kemitraan, hutan kemasyarakatan, hutan adat, dan hutan desa. Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Charles Tawaru, mengatakan hutan adat merupakan skenario yang paling cocok diterapkan di Papua.
Masyarakat Papua telah tinggal secara turun-temurun dalam kurun ratusan tahun secara harmoni mengandalkan hutan sebagai sumber makanan, tempat tinggal, obat-obatan, dan kelangsungan hidup budaya mereka. Lakukan Pendampingan Greenpeace Indonesia telah melakukan aksi nyata di Papua sejak tahun 2008, dengan melakukan pendampingan dan penguatan kepada masyarakat Kampung Manggroholo dan Sira yang dihuni penduduk asli Knasaimos.
"Pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini agar segera diterapkan pemerintah di seluruh Papua karena masyarakat adat mampu berperan sebagai garda pelindung terdepan dari perusakan hutan Papua," ujar Charles. Menurut Charles, mayoritas lahan di Kampung Manggroholo, Sira, dan sekitarnya merupakan areal berstatus hutan produksi konversi.
Namun berkat adanya hak kelola dalam bentuk hutan desa, penduduk dapat bernapas lega karena terhindar dari ancaman konversi hutan menjadi area industri yang kerap merusak ekosistem seperti industri kelapa sawit. Sekda Provinsi Papua Barat, Natanael D Mandacan, mengatakan Pemprov Papua Barat mendukung penuh kebijakan pemerintah, khususnya program perhutanan sosial. "Kami berkomitmen menjaga hutan tetap lestari, tetapi bagaimana caranya juga agar mereka mendapat pendapatan," ujar Natanael. Ant/N-3
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 RI-Jepang Perluas Kerja Sama di Bidang “Startup” dan EBT
- 2 Soal Penutupan TPA Open Dumping, Menteri LH: Ada Tahapan Sebelum Ditutup Total
- 3 Jadwal Liga 1 Indonesia Pekan ke-26: Jamu Persik, Persib Berpeluang Jaga Jarak dari Dewa United
- 4 Rekrutmen Taruna TNI 2025 Sudah Dibuka, Ini Link Pendaftaran dan Syaratnya
- 5 Pemerintah Kota Banjarmasin-Kemenkum Perkuat Sinergi Layanan Kekayaan Intelektual
Berita Terkini
-
Darren Wang Bebas dari Dugaan Keterlibatan dalam Kasus Penghasutan
-
Kembangkan Bambu Saja Mesti Undang Orang Eropa
-
Meghan Markle Ganti Nama Belakangnya Menjadi Sussex
-
Gunakan Kapal Bertonase Besar, BNN: Kartel-kartel Narkoba Masuk Indonesia Lewat Pantai dan Pulau-pulau Kecil
-
Izin Eiger Adventure Land dan Hibisc Fantasy Siap-siap Dicabut