HKTI: Perlu Inovasi Pertanian Hadapi Krisis Pangan
Fadli Zon
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Fadli Zon, mengingatkan perlunya inovasi di sektor pertanian secara besar-besaran dalam rangka menghadapi potensi krisis pangan yang diprediksi terjadi akibat dampak kejadian global. "Kita harus segera melakukan inovasi besar-besaran dalam bidang pertanian.
Jika tidak, kita tak akan bisa menghadapi dinamika perubahan global yang mengancam ini," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (26/6). Menurut Fadli, kalangan petani di berbagai daerah tidak boleh dibiarkan hidup dengan "teknologi pasrah" seperti yang selama ini berjalan.
Petani, menurut dia, tak mungkin melakukan perubahan atau inovasi itu sendirian sehingga pemerintah harus campur tangan sangat besar untuk melahirkan inovasi- inovasi baru itu. Fadli berpendapat bahwa kebijakan pangan nasional ke depannya selayaknya tidak bisa lagi menggunakan pendekatan petugas pemadam kebakaran, yaitu jika ada krisis harga, baik jatuh maupun melonjak, atau krisis stok, baru kemudian ada "treatment" atau kebijakan khusus yang dilakukan.
Ia mencontohkan, secara kasuistik, kenaikan harga cabai yang terjadi dalam satu bulan terakhir ini memang dipicu dua faktor, yaitu faktor perubahan iklim, serta faktor tanah, di mana banyak lahan tanaman cabai yang mengalami kerusakan di mana tak semua petani cabai bisa mengatasinya.
"Ada faktor kendala modal, pengetahuan dan keterampilan, sehingga petani cabai kita tak bisa mengatasi persoalan ini," paparnya. Pemerintah, menurut Fadli, harus menempatkan kasus lonjakan harga cabai ini di dalam kerangka isu ancaman ketersediaan pangan secara global, terlebih karena sesudah pandemi Covid-19, yang telah mempengaruhi pasokan dan harga pangan dalam dua tahun terakhir, kini muncul persoalan baru yang juga telah mempengaruhi rantai pasok pangan secara global, yaitu perang Russia - Ukraina.
Menurut data The Food and Agriculture Organization (FAO) dan Bank Dunia, lanjutnya, gangguan rantai pasok akibat perang Russia-Ukraina ini telah menyebabkan lonjakan harga pangan di seluruh dunia.
"Saat ini saja FAO sudah memperingatkan bahwa biaya input pertanian, terutama pupuk, akan segera melonjak tajam, sehingga akan memperburuk ketahanan pangan di negara-negara miskin atau berkembang. Bulan Juni ini, menurut data FAO, indeks biaya input pertanian telah mencapai rekor tertinggi. Isu terakhir inilah yang harus membuat kita khawatir," katanya.
Riset Pangan
Di kesempatan lain, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset pangan bergizi, salah satunya mi berbahan lokal yang harus diperkaya agar memiliki kandungan gizi yang dibutuhkan untuk mencegah kekerdilan (stunting).
"Riset pangan berbahan lokal harus memiliki gizi tinggi, disukai masyarakat, serta harganya terjangkau," kata Peneliti Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN, Dini Ariani, di Jakarta, Senin (27/6).
Dini mengatakan salah satu faktor yang mendorong urgensi riset bahan mi alternatif dengan sumber bahan baku lokal adalah masih tingginya angka kekerdilan di Indonesia.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional