Rabu, 27 Nov 2024, 01:00 WIB

Hasil Studi: Kasus dan Kematian Global karena HIV Menurun

Relawan menyalakan lilin berbentuk pita merah saat acara kesadaran menjelang Hari AIDS Sedunia, di Kathmandu, beberapa waktu lalu.

Foto: AFP/PRAKASH MATHEMA

PARIS – Jumlah kasus infeksi dan kematian baru akibat human immunodeficiency virus (HIV) baru-baru ini dilaporkan telah menurun di seluruh dunia, menandai kemajuan signifikan dalam perang melawan penyakit ini.

Dikutip dari The Straits Times, namun HIV masih jauh dari kata hilang, demikian peringatan para ahli kesehatan menjelang Hari AIDS Sedunia pada tanggal 1 Desember.

Menurut sebuah studi besar yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet HIV, pada hari Selasa (26/11), selama tahun 2010-an, jumlah infeksi HIV di seluruh dunia menurun seperlima.

Kematian terkait HIV, yang umumnya disebabkan oleh penyakit lain selama tahap akhir AIDS, turun sekitar 40 persen menjadi di bawah satu juta per tahun," kata penelitian tersebut.

Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh membaiknya angka di Afrika sub-Sahara, yang sejauh ini merupakan kawasan yang paling parah terkena dampak epidemi global.

Namun, infeksi tidak menurun di semua tempat. Wilayah lain, seperti Eropa Timur dan Timur Tengah, mengalami peningkatan jumlah kasus HIV.

Dan dunia masih jauh dari target Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memberantas kematian terkait acquired immunodeficiency syndrome atau acquired immune deficiency syndrome (AIDS) pada tahun 2030.

“Dunia telah membuat kemajuan global yang luar biasa dalam mengurangi jumlah infeksi HIV baru secara signifikan,” kata penulis utama studi, Hmwe Kyu, dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan yang berbasis di Amerika Serikat.

“Lebih dari satu juta orang tertular infeksi HIV baru setiap tahun dan dari 40 juta orang yang hidup dengan HIV, seperempatnya tidak menerima pengobatan,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Jadi Alat Ampuh

Perawatan pencegahan yang disebut Profilaksis Pra Pajanan atau Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP) telah terbukti menjadi alat yang ampuh dalam memerangi HIV.Pil harian ini mengurangi risiko tertular HIV melalui seks sekitar 99 persen.

Cara ini telah membantu menurunkan angka HIV di banyak negara. Di beberapa negara, seperti Prancis, otoritas kesehatan mendesak agar PrEP lebih banyak tersedia bagi lebih banyak orang, bukan hanya bagi pria yang berhubungan seks dengan pria.

"Itu adalah sesuatu yang dapat digunakan oleh siapa saja yang membutuhkannya di beberapa titik dalam kehidupan seksual mereka," kata spesialis penyakit menular Prancis, Pierre Delobel dalam sebuah konferensi pers.

Bagi orang yang telah terinfeksi HIV, terapi antiretroviral dapat mengurangi jumlah virus dalam darah mereka ke tingkat yang tidak terdeteksi.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, beban virus yang tidak terdeteksi berarti terdapat kurang dari 1 persen kemungkinan ibu menyusui menularkan HIV ke bayinya.

Alat-alat ini telah bekerja dengan baik di negara-negara kaya, namun tingginya biaya mengakibatkan negara-negara miskin, seperti di Afrika, sering tertinggal.

Ada kekhawatiran sejarah ini dapat terulang untuk obat baru yang telah dipuji sebagai pengubah permainan potensial dalam perang melawan HIV.

Uji coba awal telah menemukan pengobatan antiretroviral lenacapavir 100 persen efektif dalam mencegah infeksi HIV. Pengobatan ini hanya perlu disuntikkan dua kali setahun, sehingga obat ini jauh lebih mudah diberikan daripada pengobatan saat ini yang mengharuskan penggunaan pil setiap hari.

Raksasa farmasi AS, Gilead, telah mengenakan biaya sekitar 40.000 dollar AS per orang per tahun untuk pengobatan di beberapa negara.

Namun, para peneliti memperkirakan obat tersebut dapat dibuat dengan harga hanya 40 dolar AS, dan mendesak Gilead untuk menyediakan akses yang lebih murah di negara-negara yang terkena dampak paling parah.

Pada bulan Oktober, Gilead mengumumkan telah menandatangani kesepakatan lisensi dengan enam pembuat obat generik untuk memproduksi dan menjual lenacapavir di negara-negara berpenghasilan rendah.

Meskipun para ahli sebagian besar menyambut baik langkah tersebut, beberapa di antaranya mencatat bahwa jutaan orang dengan HIV tinggal di negara-negara yang tidak termasuk dalam kesepakatan tersebut.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: