Hardjuno Wiwoho: DPR Harus Tunjukkan Political Will untuk Segera Sahkan RUU Perampasan Aset
Foto: Dok. IstimewaJAKARTA – Penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) melalui RUU Perampasan Aset menjadi isu mendesak. Instrumen ini dinilai strategis untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi, terutama ketika pelaku sulit dijerat secara pidana. Namun, DPR dinilai belum menunjukkan political will yang cukup.
Ahli Hukum Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, mendesak DPR segera melibatkan ahli hukum, masyarakat sipil, dan publik dalam merumuskan regulasi ini agar efektif. “RUU ini perlu berdiri terpisah dari UU Tipikor untuk menghindari tumpang tindih dan hambatan implementasi,” ujar Hardjuno dalam rilis pers yang diterima redaksi, Kamis (12/12).
Hardjuno menilai NCB penting untuk merampas aset korupsi, bahkan dalam kasus tanpa tuntutan pidana, seperti ketika pelaku meninggal atau minim alat bukti. Meski demikian, ia menyoroti tantangan besar berupa resistensi politik dan birokrasi. “Keberanian politik dan transparansi menjadi kunci suksesnya,” tegasnya.
Selain itu, ia menggarisbawahi perlunya perjanjian hukum timbal balik internasional untuk melacak aset korupsi yang disembunyikan di luar negeri, seperti yang telah diterapkan oleh Amerika Serikat dan Australia.
Hardjuno optimistis regulasi ini dapat menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan efektif jika DPR menunjukkan komitmennya. “Pembahasan RUU ini harus melibatkan publik agar transparan dan menjawab kebutuhan pemberantasan korupsi,” tandasnya.
Berita Trending
- 1 Harus Kerja Keras untuk Mewujudkan, Revisi Paket UU Politik Tantangan 100 Hari Prabowo
- 2 Kurangi Beban Pencemaran Lingkungan, Minyak Jelantah Bisa Disulap Jadi Energi Alternatif
- 3 Pemerintah Dorong Swasta untuk Bangun Pembangkit Listrik
- 4 Ayo Perkuat EBT, Presiden Prabowo Yakin RI Tak Lagi Impor BBM pada 2030
- 5 BPJS Ketenagakerjaan Apresiasi Menteri Kebudayaan Lindungi Pelaku Kebudayaan