Gen Z Sudah Dapat Kerja, DPR Desak Pemerintah Beri Atensi Lebih
Anggota Komisi IX DPR RI Charles Meikyansah.
Foto: dpr.go.idJAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Charles Meikyansah menyoroti persoalan Gen Z yang sulit mendapatkan pekerjaan. Mendorong pemerintah untuk memberi atensi lebih pada jumlah pengangguran di Indonesia yang meningkat pesat.
"Polemik susahnya Gen Z mencari pekerjaan itu memang harus dibahas lebih komprehensif ya. Apa masalah yang sebenarnya dan bagaimana cara mengatasinya, agar segera mendapat solusi untuk generasi muda ini," ujarnya dalam rilis pers pada Jumat (9/8/2024).
Kesulitan Gen Z memperoleh pekerjaan membuat miris, mengingat seharusnya mereka saat ini berada dalam usia produktif.
"Ini kan ramai di media sosial, Gen Z sulit mendapat kerja karena kebijakan dan syarat mendapat pekerjaan terlalu sulit. Pemerintah harus beri atensi lebih dan segera temukan solusinya," ungkap Charles.
Menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024, ada 3,6 juta Gen Z usia 15-24 yang menganggur tahun ini. Sementara total pengangguran terbuka di Indonesia ada di angka 7,2 juta. Itu artinya, Gen Z menyumbang 50,29 persen dari total pengangguran terbuka di Indonesia.
Jika ditambah dengan mereka yang tergolong bukan angkatan kerja tetapi tidak sedang sekolah atau pelatihan (Not in Employment, Education or Training/NEET), jumlah pengangguran mencapai 9,9 juta.
Menurut Charles, walaupun masalah budaya kerja hingga perilaku Gen Z yang dinilai dapat mengubah sistem kerja di perusahaan, hal itu seharusnya tidak serta merta membuat mereka 'disingkirkan' dari persaingan dunia kerja.
"Gen Z ini memiliki keunggulan di industri kreatif, yang sangat penting dan dibutuhkan dalam era digital saat ini, mereka seharusnya bisa diberdayakan dengan baik dan diberikan pendidikan non formal tentang budaya kerja," jelas Legislator Dapil Jawa Timur IV itu.
Belakangan banyak perusahaan yang mengeluhkan etika kerja Gen Z yang tidak biasa dan kerap membuat rugi perusahaan. Dalam dunia kerja, Gen Z diketahui memiliki kekhasan sendiri karena mayoritas memilih pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhannya seperti work life balance, bekerjaremote, dan sangat konsen terhadap komponen gaji.
"Sebenarnya baik ya tuntutan-tuntutan itu, namun banyak perusahaan yang masih memiliki budaya kama di mana menuntut karyawan militan dalam bekerja. Harus ada formulasi yang adil agar ada win-win solutionuntuk semua," terang Charles.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional