Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Regulasi Kecerdasan Buatan

G-7 Serukan Pengembangan Standar Teknis Global untuk AI

Foto : JONATHAN ERNST/AFP

Para pemimpin negara-negara G-7 dan Uni Eropa

A   A   A   Pengaturan Font

TOKYO - Para pemimpin negara-negara G-7, pada Sabtu (20/5), menyerukan pengembangan dan adopsi standar teknis untuk memastikan keamanan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), karena tata kelola teknologi itu belum mengimbangi pertumbuhannya.

Dikutip dari The Straits Times, para pemimpin G-7 yang bertemu di Hiroshima, Jepang, mengakui pendekatan untuk mencapai "visi dan tujuan bersama dari AI yang dapat dipercaya dapat bervariasi". Mereka dalam sebuah pernyataan menyatakan aturan untuk teknologi digital seperti AI harus "sejalan dengan nilai-nilai demokrasi kita bersama".

Kesepakatan itu muncul setelah Uni Eropa, yang berpartisipasi dalam G-7, semakin dekat untuk meloloskan undang-undang untuk mengatur teknologi AI pada Mei, berpotensi menjadi undang-undang AI komprehensif pertama di dunia yang dapat menjadi preseden di antara negara-negara maju.

"Kami ingin sistem AI akurat, andal, aman, dan tidak diskriminatif, terlepas dari asalnya," kata Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen pada Jumat.

Para pemimpin G-7 mengatakan mereka "perlu segera mempertimbangkan peluang dan tantangan AI generatif", bagian dari teknologi yang dipopulerkan oleh aplikasi ChatGPT.

ChatGPT OpenAI mendorong miliarder, Elon Musk, dan sekelompok pakar AI untuk mengeluarkan peringatan pada Maret, menyerukan jeda enam bulan dalam mengembangkan sistem yang lebih kuat, dengan alasan potensi risiko bagi masyarakat.

Berkembang Lebih Cepat

Sebulan kemudian, anggota parlemen UE mendesak para pemimpin dunia untuk menemukan cara mengendalikan teknologi AI, dengan mengatakan teknologi itu berkembang lebih cepat dari yang diharapkan.

Amerika Serikat (AS) sejauh ini telah mengambil pendekatan hati-hati dalam mengatur AI, dengan Presiden Joe Biden pada April mengatakan masih harus dilihat apakah AI itu berbahaya.

Kepala eksekutif OpenAI yang didukung Microsoft, Sam Altman, mengatakan kepada panel Senat, pada Selasa, bahwa AS harus mempertimbangkan persyaratan lisensi dan pengujian untuk pengembangan model AI.

Jepang, Ketua G-7 untuk 2023, bahkan lebih akomodatif, menjanjikan dukungan untuk adopsi AI publik dan industri sambil memantau risikonya. "Penting untuk menangani potensi dan risiko dengan baik," ujar PM Fumio Kishida, mengatakan kepada dewan AI pemerintah, minggu lalu.

Pendekatan negara-negara Barat terhadap AI berbeda dengan kebijakan restriktif Tiongkok. Regulator dunia maya Tiongkok pada April meluncurkan draf langkah-langkah untuk menyelaraskan layanan bertenaga AI generatif dengan nilai inti sosialis negara.

Sementara ada perbedaan tentang bagaimana AI harus diatur, para pemimpin G-7 sepakat pada Jumat untuk membuat forum menteri yang dijuluki "proses AI Hiroshima" untuk membahas masalah seputar AI generatif, seperti hak cipta dan disinformasi, pada akhir 2023.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top