Frans Eko Dhanto Purba Luncurkan Buku Puisi Monolog Hujan
Penyair Frans Ekodhanto Purba (kiri) dan Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Willy Aditya (kanan) dalam peluncuran Buku Puisi Monolog Hujan, di Jakarta, Sabtu (14/7).
Foto: muhammad marupJAKARTA - Penyair Frans Ekodhanto Purba meluncurkan buku puisi "Monolog Hujan". Puisi-puisi dalam buku tersebut memiliki tiga tajuk yaitu sejarah, mitologi dan perjuangan, serta pulang.
"Monolog Hujan" ini secara intrinsik dan ekstrinsik berkisah tentang kecemasan dalam menyikapi peradaban, perkembangan zaman, bahkan perubahan iklim dan perkembangan teknologi," ujar Frans, dalam peluncuran Buku Puisi Monolog Hujan, di Jakarta, Sabtu (14/7).
Dia berharap, buku puisi "Monolog Hujan" bisa menjadi titik pijak untuk menumbuhkan budaya literasi yang kurun waktu belakangan ini mulai memudar. Meski ada unsur "perlawanan" dalam puisi-puisinya, dia tidak ingin membatasi interpretasi pembaca.
"Harapannya, budaya literasi di kota ini, di negeri ini bisa bergeliat kembali. Karena, bagi saya, dengan menggeliatnya budaya literasi, mimpi untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia emas bisa tergapai," jelasnya.
Staf Khusus Presiden yang juga penikmat puisi Diaz Hendropriyono menuturkan puisi bisa menjadi medium dalam meningkatkan kepedulian lingkungan. Menurutnya, puisi Frans dapat meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dan cocok untuk konteks indonesia.
"Puisi-puisi yang terangkum dalam buku ini menyoal berbagai hal. Salah satunya lingkungan. Dengan kata lain, puisi ini bisa menjadi medium meningkatkan kesadaraan masyarakat agar lebih peka dan peduli terhadap lingkungan," katanya.
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Willy Aditya mengungkapkan puisi dapat menjadi medium untuk mencuci politik yang kotor. Menurutnya hal tersebut dapat mewarnai nuansa politik di Indonesia yang hanya diisi oleh intrik dan kekuasaan.
Dia mengapresiasi Frans yang pernah menjadi jurnalis Koran Jakarta karena mampu menyeimbangkan pengalaman jurnalistik yang realistis dengan kebutuhan idealis sebagai seorang penyair. Hal tersebut tampak dalam puisi-puisi dalam buku Monolog Hujan ini.
"Dalam puisi tersebut, Frans berusaha menyampaikan bahwa demokrasi saat ini dimaknai bukan sebagai ekspresi terhadap penindasan, melainkan karena faktor siapa yang bayar," ucapnya.
Berita Trending
- 1 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 2 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
Berita Terkini
- Menteri Pertanian Tinjau Program Swasembada Pangan 3 Provinsi di Kalimantan
- Lagi, Polisi Tembak Polisi di Sumbar, Habiburokhman Duga Terkait Tambang Ilegal
- 4 Cara Mencapai Swasembada Air di Era Prabowo: Tak Harus dengan Bendungan
- FBI Menangkap Pria yang Merencanakan Serangan Bom di Bursa Efek New York
- Rose BLACKPINK dan Bruno Mars Tampil Perdana di Mama Awards, Bawakan Lagu Viral 'APT.'