Minggu, 19 Jan 2025, 09:38 WIB

Esther Indef: Selama Gemar Utang dan Impor, Rupiah akan Tetap Terlemah di Asia

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mengatakan, lemahnya rupiah karena kebutuhan dollar AS tinggi sementara supply dollar AS di Indonesia masih kurang memenuhi kebutuhan tersebut

Foto: istimewa

JAKARTA-Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengatakan, lemahnya rupiah karena kebutuhan dollar AS tinggi sementara supply dollar AS di Indonesia masih kurang memenuhi kebutuhan tersebut 

Tingginya kebutuhan dollar AS karena untuk membayar utang luar negeri, kemudian ?untuk kebutuhan impor barang ditambah untuk transaksi pembayaran lain lain

"Makanya pemerintah harus mengurangi penarikan utang baru dari luar. Begitu juga kebergantungan impor harus dikurangi, biar rupiah bisa menguat,"tegas Esther di Jakarta, Minggu (19/1)

Kuncinya papar Esther, jika ingin Nilai tukar rupiah terapresiasi (menguat) maka harus meningkatkan produktivitas untuk mendongkrak kapasitas ekonomi

Upaya mengatasi pelemahan rupiah ujarnya harus dilakukan dengan membenahi faktor faktor fundamental, seperti membangun industri manufaktur dan meningkatkan produksi pangan.

"Intinya Rupiah harus stabili karena faktor fundamental bukan karena temporer saja,"tandas Esther.

Tanpa perbaikan fundamental, rupiah sulit akan bersaing dengan mata uang lain di Asia.

Keputusan mengejutkan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI Rate 0,25 persen menjadi 5,75 persen menyebabkan nilai tukar rupiah sulit menguat lebih dari mata uang Asia lainnya. 

Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan risiko ketidakpastian global karena faktor geopolitik belum reda di pasar keuangan, sehingga pelaku pasar butuh suku bunga lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama. Padahal, indeks dollar Amerika Serikat (AS) sudah mengalami pelemahan menjadi 108,6 dan yield obligasi AS turun jadi 4,61 persen.

Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) juga kata Rully sudah memberikan pernyataan dovish yang berefek terhadap kurs rupiah. “The Fed tidak menghilangkan peluang penurunan suku bunga di paruh pertama tahun ini, bahkan di meeting Maret jika inflasi terus membaik,” katanya.

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: