
Divergensi Ekonomi Global Berlanjut di Tengah Ketidakpastian Tinggi
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo
Foto: antaraJakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan divergensi ekonomi dunia berlanjut dengan ketidakpastian global yang tetap tinggi.
“Perekonomian Amerika (AS) diperkirakan tetap kuat ditopang oleh konsumsi rumah tangga seiring upah dan produktivitas yang tinggi serta perbaikan investasi,” kata Perry dalam konferensi pers hasil rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Februari 2024 di Jakarta, Rabu (19/2).
Seperti dikutip dari Antara, ekonomi Eropa, Tiongkok, dan Jepang masih lemah dipengaruhi permintaan domestik yang belum kuat serta kinerja eksternal yang menurun sejalan dengan perekonomian global yang melambat dan dampak dari implementasi kenaikan tarif impor oleh AS.
Perry menambahkan ekspansi ekonomi India juga tertahan akibat proses konsolidasi fiskal dan investasi yang belum kuat.
"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2025 diperkirakan sebesar 3,2 persen," kata dia.
Di sisi lain, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dipengaruhi kebijakan tarif impor AS yang lebih cepat dan lebih luas dari perkiraan semula serta arah kebijakan Bank Sentral Amerika.
Pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS yang tinggi berdampak pada ekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FFR) yang lebih terbatas.
Kebijakan fiskal Amerika yang lebih ekspansif mendorong imbal hasil atau yield US Treasury tetap tinggi, meskipun sedikit menurun akibat naiknya permintaan investor global terhadap US Treasury.
Perkembangan tersebut menyebabkan besarnya preferensi investor global untuk menempatkan portofolionya ke AS.
Indeks mata uang dollar AS masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia.
"Ketidakpastian global yang tetap tinggi ini terus memerlukan penguatan respon kebijakan yang terus ditingkatkan sehingga dapat memitigasi dampak rambatannya untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," kata Perry.
Turun Sekali
Lebih lanjut, BI memperkirakan FFR hanya turun sebanyak satu kali sebesar 25 basis poin (bps) pada awal semester II tahun ini.
Perry menyampaikan, perkiraan tersebut diperoleh berdasarkan bacaan BI atas perkembangan ekonomi AS serta pernyataan dari Ketua The Fed Jerome Powell.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, ekonomi Amerika lebih baik. Tapi inflasinya juga tinggi, yang tempo hari sudah menurun, menjadi naik. Sehingga bacaan-bacaan kami, termasuk juga penjelasan dari Fed Chairman Jeremy Powell, menunjukkan bahwa kemungkinan-kemungkinan FFR itu turun hanya sekali 25 bps,” katanya.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) AS pada Januari 2025 tercatat naik menjadi 3 persen, sementara CPI inti naik menjadi 3,3 persen. BI memperkirakan, pada akhir 2025, inflasi CPI AS mencapai 2,7 persen sementara CPI inti diperkirakan 2,8 persen atau masih di atas target Bank Sentral AS (The Fed) sebesar 2 persen.
Redaktur: Andreas Chaniago
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cegah Tawuran dan Perang Sarung, Satpol PP Surabaya Gencarkan Patroli di Bulan Ramadan
- 2 Gawat, Kredit Macet Pinjol Kian Mengkhawatirkan, Jumlahnya Sangat Fantastis
- 3 AWS Dorong Inovasi Melalui Pendidikan Berbasis STEAM
- 4 Gagal Eksplorasi, Kampus Urung Kelola Tambang
- 5 KLH dan Norwegia Bahas Perluasan Kerja Sama Bidang Lingkungan
Berita Terkini
-
Inilah Daftar Lengkap 16 Tim Babak Gugur Liga Champions
-
#IndonesiaGelap, Alarm bagi Publik Agar Tak Terlena Narasi Penguasa
-
Jembrana Bukan di Bali tapi di Bengkulu
-
Bangun Sinergi Pendidikan Global: Kerja Sama Pemerintah dan Queen Mary University Makin Dekat
-
Wasit Munuera Montero Dibebaskan dari Tuduhan Konflik Kepentingan