Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Disabilitas dalam Politik dan Sejarah

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Mengutip sumber yang sama, pada versi kedua, orientasi atas keadaan tergila-gila ditemukan pada larik 13, yang mencantumkan "kalau gila tidak gila" (Kadhung edan sing edan). Sebagaimana versi pertama, kutipan tersebut juga menunjukkan adanya "kondisi-antara", yakni kondisi antara gila dan tidak gila. Pada versi ketiga, orientasi atas keadaan gila tercantum pada larik 13, yang berbunyi "kalau gila jadi gila" (kadhung edan sida edan). Hal tersebut menegaskan bahwa melalui beberapa versi mantra jaran goyang, penderitaan yang dialami oleh objek bukan hanya tergila-gila, melainkan juga gila 'sungguhan'.

Dalam penelitiannya berjudul Fungsi Sosial Tari Jaran Goyang Aji Kembang pada Masyarakat Using Kabupaten Banyuwangi, Ewinda Sukma Dewi (2014: 37-38) mengutip petikan salah satu versi mantra ajian jaran goyang yang dimaksud: Bismillahirrahmanirrahim/ Niat isun matek aji Jaran Goyang/ Sun goyang ring tengah latar/ Sun sabetake gunung gugur/ Sun sabetake lemah Bangka/ Sun sabetake segara asat/ Sun sabetake ombak sirep/ Sun sabetake atine jebeng beyine/ Kadhung edan sing edan/ Kadhung gendheng sing gendheng/ Kadhung bunyeng sing bunyeng/ Aja mari-mari/ Kadhung sing isun hang nambani/ Sih-asih kersane Gusti Allah/ La illaha illahllah muhammadur rasullullah.

Terjemahan bebasnya: Bismillahirrahmanirrahim/ Aku berniat menerapkan keampuhan jaran goyang/ Kuterapkan di tengah halaman/ Kucambuk tanah menjadi gersang/ Kucambuk laut air hilang/ Kucambuk ombak menjadi jinak/ Kucambuk hati kekasih/ Jika gila, jangan gila dalam arti sebenarnya/ Jika sinting, jangan sinting dalam arti sebenarnya/ Jika mabuk, jangan mabuk dalam arti sebenarnya/ Jangan pernah sembuh/ Jika bukan aku yang menyembuhkan/ Jatuh cintalah berkat kekuatan Gusti Allah/ La illaha illallah muhammadur rasulullah.

Dalam taraf tertentu, rupanya kegilaan menjadi senjata ampuh yang digunakan kalangan pribumi melawan kebengisan dan kebiadaban pihak penjajah. Suku Samin yang menunjukkan sikap, perilaku, serta tabiat orang gila menjadikan pemerintah kolonial menyerah lantaran tak mampu mengatasi mereka. Perlawanan tanpa kekerasan yang ditunjukkan oleh Suku Samin cukup tampak ketika suatu hari patih menuntut seorang petani untuk membayar pajak.

Jurnal Prisma edisi 8 Agustus 1983 mengabadikan percakapan antara keduanya. Patih yang dimaksud bertanya, "Apa kamu gila atau pura-pura gila?" "Saya tidak gila atau pura-pura gila," jawab si petani. "Kamu biasanya bayar pajak, kenapa sekarang tidak?" cecar patih. "Dulu itu dulu, sekarang itu sekarang, kenapa negara tak habis-habisnya minta uang?" si petani bertanya balik.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top