Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Disabilitas dalam Politik dan Sejarah

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Riza Multazam Luthfy

Beragam respons negatif lahir setelah Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa penyandang disabilitas mental dapat menyumbangkan suara pada saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 digelar. Meskipun KPU menjelaskan bahwa "orang gila" yang menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) harus disertai surat rekomendasi atau keterangan dari dokter, tetapi suara sumbang mengenai ketentuan tersebut terus bermunculan.

Bentuk penghormatan dan perlindungan pemerintah terhadap penyandang disabilitas mental selaku warga negara dilakukan dengan menyetarakan mereka dengan orang waras. Padahal, ditempuhnya langkah ini justru rentan mengesampingkan keberadaan warga negara lainnya. Siapa saja yang dianggap sehat rohani boleh jadi merasa tersinggung lantaran telah disamakan dengan orang gila. Dalam konteks ini, ikhtiar menghargai hak warga negara rupanya diwujudkan dengan mengebiri hak warga negara lainnya.

Di negeri ini, pembicaraan tentang keikutsertaan penyandang disabilitas mental dalam aktivitas kewarganegaraan memang selalu menarik perhatian khalayak. Bagaimanapun, siapa saja yang berpenyakit kejiwaan layak memperoleh perlakuan khusus. Ketentuan ini genap dikukuhkan oleh pemerintah melalui produk hukum. Norma-norma hukum mengatur mereka secara berbeda dibanding orang normal. Mengingat, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, pembedaan keduanya merupakan suatu keniscayaan.

Merujuk catatan historis, pihak kerajaan pernah mengeluarkan larangan penyandang disabilitas mental menjadi kepala desa. Apabila peraturan perundang-undangan belakangan menentukan syarat-syarat kepala desa, maka peraturan perundang-undangan dahulu kala menetapkan orang-orang yang tak diperkenankan terpilih menjadi kepala desa. Sebagian normanya mengatur bahwa orang gila tak pernah diizinkan memperoleh jabatan publik.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top