Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Daya Saing Ekspor Sawit Terus Ditekan

Foto : Istimewa

Panen kelapa sawit.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta mewaspadai penurunan daya saing ekspor komoditas alam Indonesia dalam jangka panjang akibat kampanye hitam yang dijalankan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Tergerusnya daya saing ini disebabkan serangan kampanye hitam yang ditujukan kepada faktor selera/ permintaan konsumen dan biaya pokok produksi.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung menjelaskan kampanye hitam kepada komoditas alam seperti sawit dan produk kehutanan di Indonesia sudah berlangsung semenjak 1980-an, ketika perkebunan dan kehutanan mulai berkembang. Seperti contoh sawit, ada kekhawatiran produsen minyak nabati non sawit seperti minyak kedelai dan bunga matahari yang sulit bersaing dengan produktivitas minyak sawit.

"Saat ini, kelapa sawit dan kehutanan diserang kampanye hitam karena menggunakan isu yang mengada-ada dan berlebihan. Beragam isu tadi harus diwaspadai karena dapat menekan daya Indonesia di pasar internasional," ujar Tungkot di Jakarta, Senin (26/7).

Dijelaskan Tungkot, tekanan kampanye hitam kepada daya saing komoditas-komoditas unggulan ditujukan untuk aspek selera/permintaan konsumen dan biaya pokok produksi."Harus diingat faktor selera masyarakat dan biaya pokok produksi ini menjadi jantung daya saing. Kampanye hitam berupaya menghantam melalui dua faktor tadi," paparnya.

Menurutnya, pola dan isu kampanye hitam berupaya mempengaruhi perilaku orang supaya tidak lagi menggunakan komoditas alam yang merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia. Kampanye ini membidik negara-negara konsumen seperti di Eropa, Tiongkok, dan India.

Untuk mengubah selera konsumen terhadap sawit misalkan, dikatakan Tungkot, dimunculkan kampanye palm oil free (bebas minyak sawit) di sejumlah produk makanan. Kampanye hitam ini didukung beragam isu yang memojokkan kelapa sawit seperti merusak ekosistem lingkungan, pembakaran secara masif hingga isu eksploitasi masyarakat lokal.

"Memang, jangka pendek dampak kampanye ini belum dirasakan. Akan tetapi secara jangka panjang haruslah diwaspadai karena masyarakat berpotensi meninggalkan produk-produk alam nasional. Kalau produk sudah ditinggalkan, sangat sulit untuk mengajak orang kembali," ujar Doktor Lulusan IPB ini.

Berikutnya adalah biaya pokok produksi akan meningkat sebagai dampak kampanye hitam. Tungkot Sipayung menguraikan sejumlah NGO memaksakan tuntutan kepada perusahaan dengan kedok isu lingkungan dan sosial. Tuntutan ini dikemas sangat rapi dengan alasan prinsip sustainability. Padahal, kewajiban menjalankan tuntutan ini membuat biaya pokok produksi bertambah.

Tungkot meminta pemerintah dan pelaku industri mewaspadai efek jangka panjang kampanye hitam LSM ini. Lantaran, dampak kampanye sudah terlihat seperti penggunaan label 'No Palm Oil' di dalam negeri hingga usaha memberikan tekanan-tekanan kepada lembaga-lembaga sertifikasi nasional maupun internasional.

Yang harus diwaspadai, kata Tungkot, jejaring LSM asing yang beroperasi di Indonesia yang digunakan oleh kepentingan asing untuk menghantam Indonesia. Sebagai contoh, Mighty Earth aktif berkampanye untuk menyudutkan sumber daya alam seperti produk kayu dan sawit; dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat. Padahal lembaga ini tidak punya izin untuk beroperasi di Indonesia.

Berdasarkan penelusuran, LSM asing seperti Mighty Earth tidak dilengkapi entitas legal baik di Amerika maupun Indonesia. LSM ini ternyata bagian dari Waxman Strategies, sebuah perusahaan lobbyist politik milik Henry Waxman yang merupakan mantan anggota parlemen Amerika Serikat.

Mengomentari adanya kampanye hitam terhadap komoditas alam Indonesia, Kasan Muhri, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan RI menjelaskan maraknya kampanye negatif ditujukan untuk menekan daya saing Indonesia di pasar internasional. Lantaran, tingginya produktivitas komoditas dalam negeri seperti sawit yang menjadi ancaman bagi industri yang dihasilkan negara-negara di Uni Eropa.

Dr (cn) Ir Gulat Manurung, MP.C.APO, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menegaskan kampanye negatif dengan kedok lingkungan selama ini adalah bagian politik dagang internasional. Tujuannya negara importir bisa membeli CPO dengan harga murah. Fakta lain yang perlu diketahui bahwa isu kampanye negatif tentang sawit berbanding lurus dengan impor dari negara-negara UE.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top