Warga Pesisir Minta Ekspor Sedimentasi Laut Dibatalkan
Sejumlah nelayan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Pesisir Indonesia membawa spanduk penolakan sedimentasi laut dalam aksi demonstrasi di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis (10/10).
Foto: ANTARA/HO-TIM KOALISI RAKYAT UNTUK KEADILAN PERIKAJAKARTA -Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Pesisir Indonesia meminta pemerintah membatalkan kebijakan untuk ekspor sedimentasi laut karena akan berdampak signifikan terhadap kerusakan lingkungan dan keselamatan warga di daerah.
Permintaan itu disampaikan langsung setidaknya oleh 10 organisasi dalam Koalisi Masyarakat Pesisir Indonesia kepada pimpinan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Kamis (10/10).
Ketua Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Masnuah dalam pertemuan pertemuan dengan pimpinan Kementerian KKP itu, mengatakan kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi laut sudah membuat beberapa desa pesisir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah tenggelam; seperti Desa Timbulsloko dan Desa Bedono apalagi sampai material sedimen berupa pasir laut tersebut diekspor.
- Baca Juga: Dukung GATF
- Baca Juga: Pemkab Bantul sebut pelaku usaha perikanan adalah pahlawan pangan
Bahkan pihaknya menjabarkan saat ini ada ratusan warga di mayoritas kawasan pesisir Kota Semarang, Jawa Tengah juga berada dalam ancaman kehilangan tempat untuk bermukim imbas dari aktivitas reklamasi dan pembabatan hutan mangrove.
"Ini adalah perampasan ruang semakin parah kehilangan pekerjaan, akses transpor yang mahal membuat beban ekonomi semakin sulit. Jadi kami serukan supaya mencabut kebijakan pengelolaan sedimentasi laut ini (PP Nomor 26 Tahun 2023)," kata Masnuah.
Putusan MK
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menyatakan pemerintah dalam hal ini juga Kementerian KKP harus konsisten dan berpegang teguh pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 3/PPUVIII/2010.
Putusan MK tersebut telah menganulir konsep Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) yang sebelumnya diatur Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 dan menjadikan ekspor pasir laut adalah aktivitas ilegal dalam 20 tahun terakhir.
Selain itu, Susan menambahkan, putusan MK nomor 3/PPUVIII/2010 itu mengatur tentang masyarakat memiliki hak konstitusional untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UUPWP) berdasarkan pengetahuan lokal dan kearifan komunitasnya, serta bisa menikmati perairan yang bersih dan sehat. "Diperlukan konsistensi dalam penerapan aturan yang adil untuk melindungi masyarakat pesisir dan nelayan kecil. Memahami makna kedaulatan, kesejahteraan, dan kebaharian dari perspektif nelayan dan perempuan nelayan," tegas Susan.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
Berita Terkini
- Gerak Cepat, Gulkarmat Kerahkan 75 Personel Padamkan Rumah yang Terbakar di Kampung Bahari
- Beijing Kecam Tindakan Pemerintah AS yang Batasi Visa Pejabat Hong Kong
- Mengagetkan Cawagub DKI Suswono Tidak Bisa Mencoblos di Pilkada Jakarta, Ternyata Ini Penyebabnya
- Waspada yang Akan Bepergian, Hujan Ringan hingga Deras Disertai Petir Mengguyur Indonesia Pada Sabtu
- Rute baru Kereta Cepat Whoosh