Buntut Penyelidikan Pembunuhan di Afghanistan, 13 Tentara Pasukan Khusus Australia Dipecat
Inspektur Jenderal Angkatan Pertahanan Australia Jendral Angus Campbell sampaikan permohonan maaf kepada rakyat Afghanistan melalui konferensi pers di Canberra
CANBERRA - Australia pada Jumat (27/11) mengumumkan bahwa 13 tentara pasukan khusus dipecat pasca dirilisnya laporan penyelidikan tentang dugaan pembunuhan yang dilakukan secara tidak sah di Afghanistan.
Sebuah laporan independen yang diterbitkan pekan lalu mengatakan ada bukti bahwa 39 tahanan dan warga sipil Afghanistan yang tidak bersenjata dibunuh oleh 19 tentara Australia.
Tak satu pun dari 19 tentara yang disebut identitasnya dalam laporan yang ditulis oleh hakim negara bagian, yang ditunjuk oleh inspektur jenderal pertahanan. 19 tentara dan mantan tentara telah dirujuk untuk kemungkinan menghadapi penuntutan.
Di bawah tekanan yang meningkat, Letnan Jenderal Rick Burr, Kepala Tentara Staf Angkatan Darat Australia, mengatakan 13 tentara lain saat ini telah dikeluarkan.
Burr tidak menyebutkan identitas dari 13 anggota pasukan tersebut, namun mengatakan bahwa mereka bukan bagian dari 19 tentara yang disangkakan. 13 tentara tersebut memiliki waktu dua pekan untuk menanggapi pemberitahuan pemecatan itu.
"Saat ini, 13 orang telah diberikan pemberitahuan tindakan administratif sehubungan dengan penyelidikan Afghanistan," kata Burr kepada wartawan di Canberra. "Kami semua berkomitmen untuk belajar dari penyelidikan ini," imbuh dia.
Permohonan Maaf
Inspektur Jenderal Angkatan Pertahanan Australia meminta maaf kepada Afghanistan setelah adanya laporan penyelidikan tersebut.
Laporan tentang pasukan khusus Australia di Afghanistan antara 2005 dan 2016 mengungkapkan perilaku pasukan senior yang telah memaksa tentara junior untuk membunuh tawanan yang tidak berdaya.
Penyelidikan tersebut memeriksa lebih dari 20.000 dokumen dan 25.000 gambar, serta mewawancarai 423 saksi di bawah sumpah.
Australia mengirim pasukan untuk bergabung dengan pasukan Amerika Serikat yang mencoba mengalahkan pemberontakan Taliban di Afghanistan pada tahun-tahun setelah kelompok Islam itu dipaksa turun dari kekuasaan pada 2001. DW/Reuters/I-1
Redaktur : Ilham Sudrajat
Komentar
()Muat lainnya