Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Bulan Bung Karno

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Dengan demikian, berbagai kontroversi tersebut menyiratkan bahwa sikap publik terhadap tokoh bangsa seperti Proklamator belumlah berpijak pada kesadaran kritis yang menyejarah. Kontroversi ini tidak hanya menjauhkannya dari kenyataan historis, namun juga tidak menghasilkan diskursus yang progresif bagi peradaban.

Mengurai

Momentum peringatan "Bulan Bung Karno" seyogianya dibarengi dengan ikhtiar mengurai kontroversi sejarah. Dia harus dihadirkan dalam realitas zaman sekarang secara historis dan logis, bukan lagi dalam bentuk perayaan wacana ahistoris dan kontroversial. Misalnya, dengan mengaktualisasikan pemikirannya sebagai sebuah wacana praksis. Upaya ini akan mendorong dialog antara Bung Karno lewat pemikirannya dan setiap insan sejarah untuk menafasirkan serta mengubah berbagai fenomena.

Menurut Paulo Freire (1972), dialog merupakan kebutuhan eksistensial yang secara praksis memadukan refleksi dan tindakan antarsesama manusia untuk mengubah dunia. Ini bukan sebagai bentuk transfer gagasan dari manusia ke manusia lainnya. Dengan demikian, sosok dan pemikiran Soekarno tidak lagi sekadar disimpan dan diperdebatkan dalam keranda masa lalu, tapi secara dialektis dijadikan sebagai kaca benggala untuk bertindak menuju masa depan.

Contoh mempraksiskan pemikiran Bung Karno terkait dengan demokrasi Indonesia yang belum juga mewujudkan keadilan sosial. Dalam pemikirannya, demokrasi model ini hanya terjadi pada sistem liberalisme yang pincang. Dia hanya menjamin persamaan politik, namun melanggengkan penindasan ekonomi. Maka, Bung Karno merumuskan suatu kreasi model demokrasi yang relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat itu, yakni tentang demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, atau sering disebut sosio-demokrasi.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top