Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Nilai Tambah Ekonomi I Indonesia Menghentikan Ekspor Bahan Mentah Nikel sejak 2020

Buka Lapangan Kerja, Hilirisasi Harus Berkelanjutan

Foto : ISTIMEWA

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Partai Amanat Nasional (PAN) di Sema­rang, Jawa Tengah, Minggu (26/2), me­ngatakan Indonesia tidak boleh berbelok lagi dari keputusan hilirisasi. Meskipun risikonya Indonesia bisa saja dimusuhi negara-negara lain, ekspor bahan men­tah di segala bidang harus dihentikan.

A   A   A   Pengaturan Font

"Apa pun risikonya, pemimpin Indonesia berikutnya harus berani dan tetap hilirisasi ini diteruskan, karena membuka lapangan kerja 10,5 juta," kata Presiden.

Indonesia, kata Jokowi, telah menghentikan ekspor bahan mentah nikel sejak 2020, yang menuai gugatan dari negara-negara Uni Eropa dan diadukan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Meski kalah dalam gugatan, Jokowi menegaskan Indonesia tidak boleh mundur.

"Kalau kita kalah kemudian kita ragu untuk berbelok lagi ekspor bahan mentah, sampai kapan pun negara ini tidak akan menjadi negara maju. Itu selalu saya ulang-ulang kepada menteri. Ya kita kalah, tapi terus maju. Usahanya apa? Ya banding. Nggak tahu nanti kalau banding lagi kalah, apakah ada banding lagi, diberi kesempatan ya banding lagi," tegas Kepala Negara.

Pengamat Pertanian, Said Abdullah, yang diminta pendapatnya mendukung harapan Presiden Jokowi agar program hilirisasi yang sudah dicanangkan saat ini diteruskan oleh penerusnya kelak. Bahkan, pemimpin berikutnya harus memperluas tidak hanya sebatas pertambangan, tetapi juga ke sektor lain seperti pertanian dan perikanan.

"Selama ini di sektor pertanian kita hanya menyediakan raw material. Di perkebunan misalnya, kakao dan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Hilirisasi produk masih lemah. Maka tidak heran kalau nilai tambah produk rendah dan berdampak pada tingkat pendapatan petani juga rendah," ungkap Said.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top