Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Nilai Tambah Ekonomi I Indonesia Menghentikan Ekspor Bahan Mentah Nikel sejak 2020

Buka Lapangan Kerja, Hilirisasi Harus Berkelanjutan

Foto : ISTIMEWA

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Partai Amanat Nasional (PAN) di Sema­rang, Jawa Tengah, Minggu (26/2), me­ngatakan Indonesia tidak boleh berbelok lagi dari keputusan hilirisasi. Meskipun risikonya Indonesia bisa saja dimusuhi negara-negara lain, ekspor bahan men­tah di segala bidang harus dihentikan.

A   A   A   Pengaturan Font

» Pemimpin ke depan harus fokus mendorong hilirisasi sektor pertanian agar lapangan kerja makin terbuka.

» Daerah yang gencar melakukan hilirisasi seperti Sulawesi Utara dan Maluku Utara pertumbuhannya melesat.

JAKARTA - Pemimpin Indonesia berikutnya yang terpilih melalui Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang harus berani meneruskan program hilirisasi di segala sektor guna kemajuan Indonesia. Pentingnya hilirisasi selain memberi nilai tambah pada penerimaan negara, juga akan membuka 10,5 juta lapangan kerja.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Partai Amanat Nasional (PAN) di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (26/2), mengatakan Indonesia tidak boleh berbelok lagi dari keputusan hilirisasi. Meskipun risikonya Indonesia bisa saja dimusuhi negara-negara lain, ekspor bahan mentah di segala bidang harus dihentikan.

"Apa pun risikonya, pemimpin Indonesia berikutnya harus berani dan tetap hilirisasi ini diteruskan, karena membuka lapangan kerja 10,5 juta," kata Presiden.

Indonesia, kata Jokowi, telah menghentikan ekspor bahan mentah nikel sejak 2020, yang menuai gugatan dari negara-negara Uni Eropa dan diadukan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Meski kalah dalam gugatan, Jokowi menegaskan Indonesia tidak boleh mundur.

"Kalau kita kalah kemudian kita ragu untuk berbelok lagi ekspor bahan mentah, sampai kapan pun negara ini tidak akan menjadi negara maju. Itu selalu saya ulang-ulang kepada menteri. Ya kita kalah, tapi terus maju. Usahanya apa? Ya banding. Nggak tahu nanti kalau banding lagi kalah, apakah ada banding lagi, diberi kesempatan ya banding lagi," tegas Kepala Negara.

Pengamat Pertanian, Said Abdullah, yang diminta pendapatnya mendukung harapan Presiden Jokowi agar program hilirisasi yang sudah dicanangkan saat ini diteruskan oleh penerusnya kelak. Bahkan, pemimpin berikutnya harus memperluas tidak hanya sebatas pertambangan, tetapi juga ke sektor lain seperti pertanian dan perikanan.

"Selama ini di sektor pertanian kita hanya menyediakan raw material. Di perkebunan misalnya, kakao dan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Hilirisasi produk masih lemah. Maka tidak heran kalau nilai tambah produk rendah dan berdampak pada tingkat pendapatan petani juga rendah," ungkap Said.

Dengan meningkatkan nilai tambah produk maka pada akhirnya pendapatan petani dan putaran ekonomi dari sektor pertanian lebih besar. "Semoga pemimpin ke depan fokus mendorong hilirisasi sektor pertanian dan lapangan kerja makin terbuka," kata Said.

Dia mengakui investasi di sektor pertanian cenderung meningkat, namun sebagian di sektor perkebunan terutama kelapa sawit dan di sisi onfarm, sementara di sektor pengolahan belum terlalu besar.

Pengembangan industri pengolahan, jelasnya, bisa dimulai pada skala kecil, menengah, dan besar. Usaha pengolahan produk pertanian skala kecil dan menengah dikoneksikan dengan industri berskala besar.

Tumbuh Pesat

Senada dengan Said, pengamat energi terbarukan, Surya Darma, berharap siapa pun pemimpin ke depan harus konsisten dengan program hilirisasi karena memberikan nilai tambah untuk negara dan rakyat dibandingkan dengan program ekspor bahan ekstraktif yang nilai tambahnya dinikmati negara pengimpor.

"Dengan hilirisasi, jelas ada value creation yang meningkatkan pendapatan, tetapi juga dapat meningkatkan kesempatan usaha, kesempatan kerja, dan nilai produk. Di era ekonomi hijau saat ini, maka produk mineral kritis yang dimiliki Indonesia tentu saja akan memiliki nilai tambah yang berlipat-lipat karena kenaikan permintaan material komoditasnya semakin naik sejalan dengan kebutuhan dunia yang sedang melaksanakan transisi energi," ungkap Surya.

Pada kesempatan lain, pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo, mengatakan data menunjukkan daerah-daerah yang saat ini gencar melakukan hilirisasi, seperti Sulawesi Utara dan Maluku Utara, pertumbuhannya melesat sangat tinggi. Hal itu menjadi bukti tak terbantahkan bagi semua pemimpin Indonesia untuk terus melanjutkan hilirisasi yang sudah dimulai oleh Presiden Jokowi.

"Tidak ada gunanya setelah presiden baru kembali menjual bahan mentah tadi. Secara normatif, presiden baru melanjutkan yang baik memperbaiki yang kurang. Artinya, tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan hilirisasi. Itu seluruh dunia juga begitu," kata Susilo.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top