Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Budaya Tanpa Empati

Foto : istimewa

Dr Benny Susetyo

A   A   A   Pengaturan Font

Ketidakmampuan kita sebagai bangsa untuk menjaga nilai-nilai tersebut di tengah arus globalisasi yang semakin mengedepankan individualisme dan materialism menjadikan nilai-nilai yang dulu menjadi pondasi kehidupan bermasyarakat kini terabaikan.

Tekanan global, ditambah dengan obsesi akan kesuksesan material, telah menciptakan masyarakat yang mengutamakan keuntungan pribadi di atas kemaslahatan bersama. Ini bukan sekadar krisis ekonomi, ini adalah krisis moral yang jauh lebih dalamkemerosotan spiritual dan sosial yang meruntuhkan tatanan nilai-nilai kita sebagai bangsa.

Kegagalan ini bukan hanya tanggung jawab individu pelaku, tetapi cerminan dari rapuhnya sistem pendidikan, hukum, dan sosial. Alih-alih mengajarkan empati, solidaritas, dan kemanusiaan, masyarakat kita telah menormalisasi ketidakpedulian dan kekerasan. Inilah akar permasalahan yang harus segera diatasi. Jika tidak, kita akan terus menyaksikan penurunan moral yang semakin meluas, di mana kekerasan menjadi respons wajar terhadap tekanan hidup.

Hilangnya rasa kebersamaan dan solidaritas di masyarakat, disertai tekanan ekonomi, menjadi akar utama maraknya kekerasan di Indonesia. Dulu, budaya gotong royong memperkuat ikatan antarindividu, di mana setiap orang merasa bertanggung jawab satu sama lain. Namun, modernisasi dan urbanisasi telah menggerus nilai ini, menggantikannya dengan individualisme yang semakin dalam.

Masyarakat kini lebih fokus pada kepentingan pribadi, menciptakan jarak emosional yang memudahkan kekerasan terjadi. Ketika individu tidak lagi merasa terhubung dengan komunitas, mereka cenderung melihat orang lain sebagai objek, bukan sebagai manusia dengan perasaan dan hak yang sama.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top