Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 18 Jul 2024, 08:50 WIB

Budaya Antikorupsi Rendah Ganggu Investasi

Foto: ISTIMEWA

JAKARTA - Penurunan indeks perilaku antikorupsi (IPAK) pada 2024 bakal memberi sinyal buruk kepada investor soal tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia. Investor makin ragu dengan kualitas lembaga pelayanan publik di Indonesia, terlebih lagi selalu ada pungutan liar (pungli) saat mengurus perizinan berusaha.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira mengatakan perilaku permisif soal korupsi memperburuk citra Indonesia di mata internasional.

"Jadi ada korelasi mundurnya berbagai komitmen investor dari negara maju seperti kasus investasi pengolahan nikel BASF (Badische Anilin Soda Fabrik) dan Eramet karena penegakan hukum yang lemah. Repot juga mau tarik investor tetapi budaya koruptif nya masif diberbagai lapisan," papar Bhima kepada Koran Jakarta, Rabu (17/7).

Dia menekankan korupsi sama dengan biaya berusaha yang tak kompetitif. "Ini jadi ancaman serius bagi Indonesia yang berniat jadi negara maju dengan mengandalkan investasi dan ekspor," tegas Bhima.

Seperti diketahui Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan penurunan Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) pada 2024 menjadi 3,85. Skor itu menunjukkan masyarakat makin permisif dan acuh terhadap korupsi.

Sebagai perbandingan, skor pada 2024 lebih rendah dari 2023 yakni 3,92 dan pada 2022 sebesar 3,93, serta pada 2021 mencapai 3,88. Namun, skor tersebut sedikit di atas catatan pada 2020 sebesar 3,84.

IPAK merupakan ukuran yang mencerminkan perilaku antikorupsi di masyarakat dengan skala 0-5. Semakin tinggi nilai IPAK maka semakin tinggi budaya antikorupsi di masyarakat dan sebaliknya.

Sebelumnya, peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda menilai rendahnya budaya antikorupsi bakal berpengaruh terhadap penilaian investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Pasti akan berpengaruh. Akhirnya semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memulai usaha di Indonesia. Masyarakat menganggap 'jatah preman' itu wajar," papar Huda.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.