Bintang Buatan akan Ungkap Rahasia Eksoplanet, Energi Gelap, dan Supernova
Foto: YASSER AL-ZAYYAT/AFPPada 2029 NASA berencana untuk meluncurkan misi Landolt yang akan mengorbitkan bintang buatan di sekitar Bumi untuk meningkatkan pengukuran bintang dan planet. Misi ini akan meningkatkan akurasi perhitungan kecerahan bintang lebih dari sepuluh kali lipat, membantu pemahaman tentang planet yang mengorbit bintang-bintang ini serta memberikan wawasan tentang energi gelap.
Bintang buatan ini nantinya akan memancarkan cahaya dengan tingkat kecerahan yang diketahui secara tepat, membantu para ilmuwan mengukur tingkat kecerahan bintang sungguhan dengan lebih akurat. Pengukuran yang lebih baik ini akan meningkatkan pemahaman kita tentang bintang, termasuk supernova yang jauh, dan planet-planet yang mengorbitnya. Misi senilai 19,5 juta dollar AS ini juga dapat mengungkap energi gelap, gaya misterius yang mendorong percepatan perluasan alam semesta.
“Bahkan dengan instrumen modern saat ini, pengukuran tingkat kecerahan bintang yang sebenarnya hanya diketahui oleh beberapa persen saja,” jelas David Ciardi, wakil direktur NASA Exoplanet Science Institute (NExScI) di IPAC, sebuah pusat astronomi yang berbasis di Caltech.
“Landolt akan memungkinkan peningkatan pengukuran tersebut lebih dari 10 kali lipat. Memahami tingkat kecerahan bintang yang sebenarnya memungkinkan kita untuk memahami bintang dengan lebih baik, dan, mungkin yang lebih penting, memahami planet-planet yang mengorbit bintang dengan lebih baik,” ujar dia dikutip dari Scitech Daily.
Misi ini dipimpin oleh mantan ilmuwan IPAC dan alumni Caltech, Peter Plavchan (BS ’01). Ia sekarang menjadi profesor madya fisika dan astronomi di Universitas George Mason di Virginia. IPAC sendiri akan bertanggung jawab untuk mengarsipkan data misi dan akan berkontribusi pada dukungan di lapangan melalui Observatorium Palomar milik Caltech.
Mitra tambahan termasuk Institut Nasional Standar dan Teknologi, pemimpin dunia dalam pengukuran emisi foton, selain beberapa universitas lainnya. Anggota tim Caltech lainnya adalah Jessie Christiansen, kepala ilmuwan NExScI dan ilmuwan proyek untuk Arsip Eksoplanet NASA di NExScI, yang membantu mengusulkan misi tersebut.
Nama misi tersebut diberi nama berdasarkan mendiang astronom Arlo Landolt. Ia, yang meninggal pada 2022, berjasa dalam menyusun katalog kecerahan bintang. Misi Landolt, akan meluncurkan sumber cahaya ke langit dengan laju emisi foton yang diketahui. Tim akan mengamati sumber cahaya, atau bintang buatan, di samping bintang sungguhan untuk membuat katalog kecerahan bintang baru.
Bintang buatan akan mengorbit 22.236 mil di atas Bumi, cukup jauh untuk terlihat seperti bintang bagi teleskop di darat. Orbit geostasioner ini juga memungkinkan satelit bergerak pada kecepatan yang sama dengan rotasi Bumi, sehingga tetap berada di atas Amerika Serikat selama misi utamanya selama satu tahun.
Lebih Akurat
Para ilmuwan telah mengetahui bahwa alam semesta mengembang dan mereka mengukur perluasan ini dengan menganalisis kecerahan bintang dan foton yang dipancarkannya per detik. Namun, menurut Peter Plavchan, profesor madya fisika dan astronomi serta penyelidik utama misi Landolt, pengukuran yang lebih tepat sangat penting untuk membuka terobosan berikutnya dalam astrofisika.
Misi ini akan meluncurkan cahaya ke langit dengan laju emisi foton yang diketahui, dan tim akan mengamatinya di samping bintang nyata untuk membuat katalog kecerahan bintang baru.
Bintang buatan ini nantinya akan memiliki delapan laser yang bersinar di teleskop optik darat untuk mengkalibrasinya untuk pengamatan. Upaya tersebut tidak akan membuat bintang buatan begitu terang sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang.
“Misi ini difokuskan pada pengukuran sifat-sifat fundamental yang digunakan setiap hari dalam pengamatan astronomi,” kata Eliad Peretz, ilmuwan misi dan instrumen NASA Goddard serta wakil kepala penyelidik Landolt. “Ini mungkin berdampak dan mengubah cara kita mengukur atau memahami sifat-sifat bintang, suhu permukaan, dan kelayakhunian eksoplanet,” imbuh dia.
“Inilah yang dianggap sebagai misi infrastruktur bagi NASA, mendukung sains dengan cara yang selama ini kami ketahui perlu kami lakukan, tetapi dengan perubahan transformatif dalam cara kami melakukannya,” papar Plavchan.
Bintang buatan ini, yang ukurannya sebesar kotak roti, akan dibangun melalui kemitraan dengan National Institute of Standards and Technology (NIST). Lembaga ini merupakan pemimpin dunia dalam pengukuran emisi foton.
“Kalibrasi ini di bawah panjang gelombang dan daya laser yang diketahui akan menghilangkan efek penyaringan cahaya oleh atmosfer dan memungkinkan para ilmuwan untuk meningkatkan pengukuran secara signifikan,” jelas Peter Pachowicz, profesor madya di Departemen Teknik Elektro dan Komputer Mason, yang memimpin komponen misi ini.
Fakultas dan mahasiswa George Mason dari Mason’s College of Science dan College of Engineering and Computing akan bekerja sama dengan NASA dan NIST serta sembilan organisasi lainnya untuk proyek pertama di sebuah universitas di wilayah Washington DC.
“Ini adalah kesempatan yang sangat menarik bagi George Mason dan para mahasiswa kami. Tim kami akan merancang, membangun, dan mengintegrasikan muatan, yang—karena akan meluncur sangat tinggi ke orbit geostasioner—harus menghadapi tantangan yang luar biasa,” ungkap Pachowicz.
“Saat kita melihat sebuah bintang dengan teleskop, saat ini tidak ada yang bisa memberi tahu Anda laju foton atau kecerahan yang datang darinya dengan tingkat akurasi yang diinginkan,” tambah Plavchan, yang juga Direktur Observatorium Mason di Fairfax.
“Kami sekarang akan mengetahui secara pasti berapa banyak foton per detik yang keluar dari sumber ini dengan akurasi 0,25 persen,” ucap dia.
Sementara itu Susana Deustua dari NIST, Ilmuwan Fisika di NIST Remote Sensing Group, menyatakan bahwa kalibrasi fluks sangat penting untuk penelitian astronomi. “Kami selalu bertanya: ‘Seberapa besar? Seberapa terang? Seberapa jauh?’ dan kemudian renungkan: ‘Terbuat dari apakah alam semesta? Apakah kita sendirian?’ Jawaban yang akurat memerlukan pengukuran yang tepat dan karakterisasi instrumen yang sangat baik,” kata Deustua.
Berita Trending
- 1 Kurangi Beban Pencemaran Lingkungan, Minyak Jelantah Bisa Disulap Jadi Energi Alternatif
- 2 Keren Terobosan Ini, Sosialisasi Bahaya Judi “Online” lewat Festival Film Pendek
- 3 Laga Krusial PSG Kontra Manchester City
- 4 Pertamina JBT Jamin Pasokan BBM Aman di Tengah Bencana Alam di Jawa Tengah
- 5 Terus Dikebut Pembangunannya, Pembiayaan IKN Skema KPBU Capai Rp60,93 Triliun
Berita Terkini
- Ini yang Dilakukan BPOM untuk Kuatkan Mitigasi Epidemi Global
- Cegah Jatuh Korban, Warga Diimbau untuk Mewaspadai Erupsi Gunung Lewotobi
- Pegawai BRI yang "Merampok" Uang Nasabah Ini Divonis 6 Tahun Penjara
- Gawat, Gunung Es yang Hanyut Bahayakan Pulau Georgia Selatan dan Satwa Liar
- Banyak Warga yang Menunggu Ini, Pasar Imlek Semawis Digelar untuk Sambut Perayaan Imlek di Semarang