Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berantas Korupsi Kepala Daerah

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Maraknya kasus korupsi kepala daerah bisa dibilang sebagai anomali penerapan sistem desentralisasi. Pascareformasi 1998, daerah diberi kewenangan untuk mengelola keuangan dan pendapatan, tanpa intervensi pemerintah pusat. Bahkan sejak tahun 2005, daerah diberi kewenangan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung.

Pemberlakuan otonomi bidang ekonomi dan politik ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan potensi daerah serta memangkas kesenjangan antardaerah. Ironisnya, 20 tahun lebih era reformasi bergulir dan 10 tahun lebih sistem pilkada langsung dipraktikkan, sejumlah persoalan pelik masih membelit daerah.

Salah satunya kemarakan korupsi kalangan kepala daerah karena kurang optimalnya kinerja partai politik (parpol) sebagai institusi yang berwenang merekrut calon kepala daerah.

Tiap gelaran pilkada, nyaris tidak ada mekanisme yang jelas tentang penjarigan calon kepala daerah oleh parpol. Fase kandidasi calon kepala daerah dilakukan tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik. Praktik yang lazim terjadi, calon kepala daerah memberi sejumlah uang sebagai mahar politik untuk membeli tiket pencalonan.

Kemudian, budaya politik uang dalam pemilihan kepala daerah yang sulit dihilangkan lantaran sebagian besar masyarakat belum memiliki kesadaran proses demokrasi bersih. Masyarakat kerap lebih mementingkan iming-iming imbalan uang atau barang dari kandidat ketimbang menilai program kerja serta rekam jejaknya. Alhasil, pertarungan elektoral di pilkada kerap ditentukan kekuatan modal finansial antarkandidat.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top