Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
“Competitive Advantage" I Agar Kompetitif Negara Harus Bangun Budaya Peduli Mutu

Bangun Paradigma Nasional yang Berorientasi pada Daya Saing Global

Foto : ISTIMEWA

Dalam era persaingan global yang semakin ketat, Indonesia perlu memperkuat paradigma nasional yang berfokus pada peningkatan daya saing global.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dalam era persaingan global yang semakin ketat, Indonesia perlu memperkuat paradigma nasional yang berfokus pada peningkatan daya saing global. Ketua Komite Tetap Pelatihan Vokasional bidang SDM dan Ketenagakerjaan Kadin Daerah Istimewa Yogyakarta, Rommy Heryanto, mengatakan membangun daya saing global tidak hanya penting untuk keberlanjutan ekonomi, tetapi juga untuk masa depan generasi mendatang. Masih banyak pekerjaan rumah dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di level internasional.

"Kita membutuhkan SDM yang tidak hanya menguasai keterampilan teknis, tetapi juga memiliki mental inovatif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi serta dinamika pasar global," katanya. Rommy menekankan pentingnya memperkuat (dan merevitalisasi) pendidikan vokasional sebagai salah satu pilar utama dalam meningkatkan daya saing global. Hal itu sebagai solusi dalam menjawab kebutuhan industri dan pasar kerja yang terus berubah sesuai Perpres 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi.

Penguatan bisa melalui penyiapan kurikulum dan sarana prasarana belajar serta praktik yang relevan dan terintegrasi dengan kebutuhan dunia kerja, sertifikasi kompetensi bagi peserta didik/ lulusan dan juga tenaga pendidiknya. Salah satu tantangan utama dalam pendidikan vokasional adalah kesenjangan antara kurikulum yang diajarkan dan kebutuhan industri. Oleh karena itu, link and match serta kolaborasi antara Dudika (Dunia Usaha Dunia Industri Dunia Kerja) dengan lembaga pendidikan sangat krusial untuk memastikan bahwa SDM yang dihasilkan mampu menjawab tantangan dan tuntutan global ke depan. Dalam konteks daya saing global, penguasaan teknologi katanya menjadi salah satu faktor utama.

Rommy mengingatkan bahwa Revolusi Industri 4.0 memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk bersaing di pasar internasional, asalkan ekosistem inovasi di dalam negeri terus didorong. Selain itu, juga penting berinvestasi dan mendanai riset dan pengembangan.

Dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan inovasi sehingga mampu bersaing secara global. Peningkatan daya saing global, tidak hanya penting untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk membangun kemandirian ekonomi Indonesia. Dengan menciptakan produk dan layanan yang kompetitif di pasar internasional, Indonesia bisa mengurangi kebergantungan pada negara lain dan memperkuat posisi tawarnya di dunia. Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan pembangunan ekonomi ke depan perlu menekankan pada daya saing yang terdiri dari empat hal.

Pertama, paradigma daya saing global tidak hanya mengacu ke pasokan sumber daya alam (SDA), tetapi juga inovasi dan sumber daya manusia (SDM). "Hal itu berarti belanja riset porsinya harus naik jadi 2 persen dari PDB agar ranking inovasi global Indonesia bisa ditargetkan masuk kelompok 30 besar dari posisi saat ini, posisi 61 dari 132 negara," kata Bhima. Kedua, menurunkan tingkat Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dengan produktivitas industri pengolahan dan integrasi infrastruktur penunjang sektor tradable. Ketiga, mengalihkan insentif ke sektor industri yang memberikan nilai tambah dalam global value chain. "Terakhir, menarik relokasi industri dari negara maju yang berkaitan dengan high tech industry," kata Bhima.

Berkaitan dengan SDM, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, mengatakan reformasi SDM perlu dibangun mulai dari sistem pendidikan paling mendasar, lalu tenaga kerjanya diberi training, reskilling, dan upskilling. Hal yang lebih struktural tentu pendidikan, karena skor Program for International Student Assessment (PISA) Indonesia masih kalah dari Singapura, bahkan Vietnam. "Jadi, kualitas SDM ini perlu dibangun dengan memanfaatkan digital, tetapi secara struktural ada pendidikan dari usia dini hingga sampai level SMP, SMA, bahkan sampai lulusan perguruan tinggi (PT)," kata Riefky.

Peduli Mutu

Pada kesempatan berbeda, pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan untuk membangun daya saing global sebuah negara harus memiliki dan meningkatkan budaya peduli dengan mutu.

"Budaya mutu yang harus dimiliki dan dibangun dimulai dari hulunya yaitu segala masyarakatnya sendiri dalam kehidupan sehari-hari dan mutu pemimpin atau pemerintah," kata Dian. Mereka harus membangun mutu yang sesuai dengan sendi-sendi kebijakan dan kearifan lokal di masyarakat, serta mengadopsi nilai-nilai modernitas global yang tidak berseberangan. Dengan menganut budaya mutu ini diharapkan setiap orang punya komitmen kolektif terhadap organisasinya, apakah itu dengan lingkungan masyarakat, perusahaan, atau lembaga pemerintahan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top