
Bangun Infrastruktur yang Mendorong Transformasi Ekonomi
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy
Foto: antaraJAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy menegaskan pentingnya pendekatan holistik dalam pembangunan infrastruktur. Ia menyatakan bahwa pembangunan harus mencakup aspek fisik, sosial, dan digital yang terintegrasi untuk meningkatkan konektivitas serta mendorong transformasi dan pertumbuhan ekonomi.
Menanggapi pernyataan itu, Direktur eLaw Institut, Eko Prastowo mengatakan pembangunan infrastruktur yang benar-benar holistik tidak cukup hanya sekadar terintegrasi secara teknis, tetapi juga harus berlandaskan tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berwawasan publik. Sayangnya, tiga aspek fundamental itu sering kali masih longgar dalam implementasi proyek infrastruktur nasional.
“Pembangunan infrastruktur yang holistik berarti kita bukan hanya membangun fisik, tetapi juga membangun kepercayaan publik. Kepercayaan ini hanya bisa terwujud jika setiap tahapan pembangunan dikelola dengan transparansi, pertanggungjawaban yang jelas, serta partisipasi publik yang optimal,” ujar Eko Prastowo saat dihubungi, Selasa (25/2).
Salah satu tantangan utama dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah transparansi. Menurut Eko, banyak proyek infrastruktur yang proses perencanaannya tidak melibatkan publik secara memadai. Padahal, proyek infrastruktur yang berskala besar dan menyedot anggaran signifikan harus membuka data dan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat.
“Transparansi tidak hanya tentang keterbukaan dokumen anggaran, tetapi juga terkait dengan bagaimana proyek dirancang, siapa yang mendapatkan proyek, bagaimana proses pengadaan dilakukan, serta bagaimana pengawasan dijalankan. Jika semua ini dilakukan secara terbuka, kita bisa mencegah banyak praktik korupsi dan konflik kepentingan,” tambahnya.
Selain itu, akuntabilitas dalam proyek infrastruktur juga menjadi sorotan. Banyak proyek yang dibangun tanpa ada ukuran keberhasilan yang jelas, sehingga sulit untuk mengevaluasi apakah pembangunan benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat atau hanya sebatas proyek mercusuar.
“Kita butuh mekanisme evaluasi yang ketat, baik dari sisi pelaksanaan maupun dampaknya setelah proyek selesai. Jangan sampai ada pembangunan jalan atau jembatan yang ternyata tidak efisien atau bahkan tidak digunakan sebagaimana mestinya,” kata Eko.
Dalam banyak kasus, akuntabilitas hanya dipahami sebatas pelaporan administrasi, padahal seharusnya mencakup evaluasi substansial terhadap manfaat dan keberlanjutan proyek yang sudah selesai.
Kendala Koordinasi
Sementara itu, peneliti ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet mengatakan pembangunan infrastruktur secara holistik dan terintegrasi sejalan dengan prinsip perencanaan pembangunan yang baik. Namun, ada beberapa aspek kritis yang perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa pendekatan itu tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar terealisasi dalam kebijakan di lapangan.
Pendekatan holistik menuntut koordinasi yang kuat antara berbagai sektor dan tingkatan pemerintahan. “Tantangannya adalah bagaimana memastikan sinergi antara kementerian teknis, pemerintah daerah, serta pelaku swasta agar pembangunan tidak hanya terfragmentasi ke dalam proyek-proyek yang berdiri sendiri,” kata Rendi.
Dalam praktiknya, proyek infrastruktur di Indonesia kerap mengalami kendala koordinasi, baik dalam hal pendanaan, pengadaan lahan, maupun keberlanjutan operasional setelah proyek selesai.
Selain itu, pembangunan infrastruktur harus dibarengi dengan kebijakan yang memastikan inklusivitas. “Jika tujuan akhirnya adalah mendorong transformasi ekonomi, maka proyek-proyek infrastruktur harus dirancang sedemikian rupa agar mendukung pertumbuhan sektor-sektor produktif, seperti industri manufaktur, logistik, dan UMKM, bukan sekadar proyek mercusuar yang mengutamakan estetika atau kepentingan elite ekonomi tertentu,” katanya.
Secara terpisah, Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Rizal Edi Halim mengatakan pembangunan yang terintegrasi dan holistik bermanfaat bagi seluruh stakeholders.
“Pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dan holistik dibutuhkan supaya tepat sasaran, tepat guna dan juga bisa langsung dirasakan masyarakat luas,” kata Rizal.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Harga BBM di SPBU Vivo Turun, Pertamina, BP dan Shell Stabil
- 2 RI Perkuat Komitmen Transisi Energi Lewat Kolaborasi AZEC
- 3 Terkenal Kritis, Band Sukatani Malah Diajak Kapolri Jadi Duta Polri
- 4 Akademisi: Perlu Diingat, Kepala Daerah yang Sudah Dilantik Sudah Menjadi Bagian dari Pemerintahan dan Harus Tunduk ke Presiden
- 5 Pangkas Anggaran Jangan Rampas Hak Aktor Pendidikan