Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Bahasa Politik Maskulinitas

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Anindita S Thayf

Jejak maskulinitas, salah satunya dapat dilihat dalam bahasa politik. Niccolo Machiavelli, dalam The Prince, menautkan politik dengan kejantanan yang meliputi kegarangan, ketegasan, kelicikan, keagresifan, keberanian, kenekatan, dan kegesitan. Menurut Machiavelli, yang lembek sebaiknya menyingkir dari arena politik. Hanya yang jantan pantas memperebutkan kekuasaan. Dengan bersikap kejam maka seorang politikus akan lebih diperhitungkan baik sebelum maupun setelah berkuasa. Di sinilah politik berkarakter maskulin.

Politik berhubungan dengan laku mengalahkan dan menguasai. Maka, bahasa yang digunakan tentu berhubungan dengan semau itu. Umpamanya, kata ganyang, babat, tumpas, yang sering terdengar masa Orde Lama. Kata-kata ini muncul seiring Soekarno yang sering mengumandangkan pekik, "Ganyang Malaysia" saat terjadi konfrontasi dengan Negeri Jiran itu.

Ucapan serupa juga digunakan para elite politik masa itu saat menyerang lawan. DN Aidit, Ketua PKI, pernah menulis pamflet berjudul Kaum Tani Menggayang Setan-setan Desa. Tulisan ini hasil penelitiannya saat turba ke Jawa Barat untuk mengetahui kondisi para petani. Kata "ganyang" yang populer saat itu berubah menjadi "aksi sepihak" yang menimbulkan konflik horisontal berdampak luas.

Baca Juga :
Letusan Semeru

Pramoedya Ananta Toer juga pernah menulis esai berjudul Tahun 1965, Tahun Pembabatan Total. Di awal esainya, Pramoedya menulis, "Rakyat Indonesia dan para pekerja kebudayaan makin diperlengkapi persenjataannya untuk mengganyang kebudayaan Manikebu, Komparador, Imperialis, dan Kontra-revolusioner secara total".
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top