Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Riset dan Teknologi I Pembudidayaan Tanaman Herbal Harus Terstandar

Bahan Baku Obat Herbal dari Tanaman Hutan Dikurangi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pengembangan riset obat herbal tidak akan mengambil seluruh tanaman dan pohonnya dari hutan.

JAKARTA - Pengembangan dan riset obat herbal ke depannya akan menggunakan bahan baku biosintetis yang bisa diproduksi secara massal. Ini dilakukan untuk mengurangi bahan baku yang langsung diambil dari hutan, sehingga pengembangan obat herbal tidak akan merusak hutan. Peneliti senior dari Pusat Penelitian Rehabilitasi Medis Nasional Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat, Hameed Khan menjelaskan, nantinya jika ada suatu unsur pada satu tanaman atau pohon di hutan yang berpotensi dijadikan obat herbal, maka yang diambil adalah susunan gennya.

"Kami tidak akan mengambil seluruh tanamannya, seluruh pohonnya, tapi kami akan membuatnya menjadi lebih banyak dengan biosintetis," kata dia pada acara Konferensi Internasional Obat Herbal (ICHM) 2018 di Jakarta, Selasa (5/9). Biosintesis merupakan suatu proses yang dikatalisis oleh enzim yang terjadi dalam organisme hidup, dimana substrat diubah menjadi senyawa lain (produk) yang biasanya memiliki struktur lebih kompleks.

Kepala Program Teknologi Biosimilar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Chaidir mengatakan pendekatan penelitian dilakukan secara komprehensif. Ia menjelaskan selama ini obat herbal dianggap kurang berkhasiat karena tidak berdasarkan pada bukti ilmiah. Oleh karena itu nantinya setiap tanaman yang memiliki unsur khasiat terhadap kesehatan akan dibudidayakan dengan terstandar.

Pembudidayaan tanaman herbal harus terstandar mulai dari pembibitan, penanaman, pascapanen, dan ekstrasinya harus sesuai yang telah ditetapkan untuk menjaga rantai mutu bahan baku obat. Setelahnya untuk bahan baku yang berasal dari bioasintetis akan menggunakan mikroba untuk memproduksi suatu unsur obat yang diinginkan.

Chaidir mengungkapkan, saat ini unsur bahan baku obat yang menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah anti-inflamasi yang bisa dikembangkan untuk beberapa jenis penyakit seperti kanker, diabetes, dan asma.

Keristekdikti Mendukung

Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti menyatakan bahwa pihaknya mendukung pengembangan penelitian bidang obat-obatan herbal agar dapat dimanfaatkan secara lebih luas oleh masyarakat dan telah teruji klinis.

Pemerintah, kata dia, sedang fokus dalam pengembangan bersama antara sektor riset pendidikan tinggi dan sektor kesehatan. Ghufron menginginkan obat-obatan herbal harganya lebih terjangkau, bisa menggantikan obat-obatan untuk penyakit berat dengan harga yang mahal. Terlebih, katanya, obat-obat herbal bisa masuk dalam formularium nasional yang terdaftar dalam skema penjaminan BPJS Kesehatan.

"Indonesia berbeda dengan Tiongkok, berbeda dengan Hong Kong, berbeda dengan Taiwan di mana obat tradisionalnya dimasukkan ke dalam skema. Kita belum, maka forum ini kalau bisa memasukkan ke dalam formularium nasional. Kalau sudah masuk itu akan bagus sekali," kata Ghufron. Ia mengungkapkan salah satu alasan belum dimasukkannya obat herbal dalam skema penjaminan BPJS Kesehatan karena ada perbedaan pendapat dari para pemangku kepentingan terkait dengna obat herbal itu.

Dalam forum tersebut juga dibahas berbagai persoalan lain, seperti pendidikan untuk tenaga kesehatan, undang-undang pendidikan kedokteran, dan pengembangan sistem akademik obat-obatan herbal. Ghufron berharap, pada konferensi yang dihadiri beberapa peneliti dari berbagai negara, seperti India, Korea, Amerika, dan Indonesia, agar bisa mengembangkan keanekaragaman hayati Indonesia yang berpotensi untuk menghasilkan beragam obat herbal. eko/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top