Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pandemi I PBB Kritik Negara Kaya Penimbun Vaksin

AS Hentikan Produksi Vaksin AstraZeneca di Baltimore

Foto : Sumber: Covid19.go.id
A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menghentikan operasional pabrik manufaktur di Baltimore yang merusak 15 juta dosis vaksin Covid-19 Johnson & Johnson. Dalam laporannya, New York Times menyebut penghentian produksi ini hanya dilakukan untuk vaksin AstraZeneca.

Sabtu (3/4), berdasarkan laporan, penghentian tersebut terkait kecerobohan pabrik tersebut dalam mencampur bahan untuk vaksin yang akhirnya merusak sekitar 15 juta dosis vaksin Covid-19 Johnson & Johnson.

Pabrik yang dikelola perusahaan biofarmasi Emergent BioSolutions ini sebelumnya menjadi mitra untuk memproduksi vaksin Johnson & Johnson dan AstraZeneca.

Badan Administrasi AS pun telah menetapkan Johnson & Johnson yang bertanggung jawab atas pabrik yang bermasalah itu.

Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan AS pun berniat menjadikan pabrik Emergent BioSolutions tersebut hanya dikhususkan untuk membuat vaksin dosis tunggal Johnson & Johnson. Ini dimaksudkan untuk menghindari percampuran bahan baku di masa depan.

Johnson & Johnson mengatakan pihaknya memikul tanggung jawab penuh atas kasus itu.

Monopoli Vaksin

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, kembali mengkritik para negara kaya yang diduga menimbun pasokan vaksin Covid-19 dan tidak memberikan bantuan kepada negara yang kekurangan.

Lahirnya beragam jenis vaksin Covid-19 berhasil mendorong banyak negara untuk memulai program vaksinasi. Sayangnya, PBB menilai bahwa distribusi vaksin global masih tidak adil, terutama bagi negara dengan penghasilan rendah.

Guterres mengingatkan adanya monopoli persediaan vaksin Covid-19 itu akan berujung pada sulitnya negara-negara dengan penghasilan rendah untuk bisa memvaksin warganya. Ia berharap semua orang di dunia bisa segera mendapatkan vaksin dengan adil.

"Saya sangat prihatin dengan distribusi vaksin yang sangat tidak adil ini di dunia. Semua orang berkepentingan untuk memastikan bahwa sesegera mungkin dan dengan cara yang adil," ungkap Guterres, seperti dikutip Channel News Asia.

Guterres telah mengimbau negara-negara maju untuk membagikan beberapa vaksin ke negara-negara lain yang membutuhkan.

Atas dasar inilah, inisiasi COVAX dibentuk oleh WHO dan beberapa lembaga kesehatan lainnya.

"Pertama, jangan menimbun vaksin. Itu tidak masuk akal. Kami telah mengimbau negara-negara maju untuk membagikan beberapa vaksin, dalam banyak situasi mereka telah membeli lebih dari yang mereka butuhkan," sambung Guterres.

Menurutnya, berakhirnya pandemi sangat bergantung pada program vaksinasi yang dilakukan secepat mungkin, merata, dan tentunya adil. Ia juga memohon semua pihak untuk mendukung mekanisme vaksinasi global yang dicanangkan oleh G20.

Vaksin Sinovac

Di tempat terpisah, PT Bio Farma memastikan sebanyak 140 juta dosis vaksin Sinovac dalam bentuk bulk (bahan baku) akan tiba secara bertahap hingga Juli 2021 mendatang. Sebanyak 30 juta di antaranya tiba pada April ini.

"Dalam waktu dekat, akan datang sekitar 30 juta dosis bulk pada bulan April 2021 yang tentunya akan segera diproses untuk menambah stok vaksin berikutnya," ujar juru bicara vaksinasi dari PT Bio Farma, Bambang Heriyanto, lewat keterangan tertulis, Minggu.

Sekretaris Perusahaan Bio Farma itu menjelaskan total bulk yang sudah diterima hingga saat ini berjumlah 53,5 juta dosis dalam empat kali kedatangan

"Dan sudah kami proses produksi sejak 13 Januari 2021 lalu dan diperkirakan menjadi sekitar 42 juta dosis, dan per 30 Maret sudah kami produksi sejumlah 26 juta dosis," ujarnya.

n jon/SB/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Yohanes Abimanyu

Komentar

Komentar
()

Top