Apindo: Kebijakan Upah yang Selalu Berubah Ganggu Iklim Investasi
Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menggelar konferensi pers menanggapi rencana pemerintah dalam penetapan Upah Minimum (UM) Tahun 2025
Foto: IstimewaJAKARTA-Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan seringnya berubahnya aturan pengupahan di RI. Dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi 4 kali perubahan aturan pengupahan. Kebijakan yang selalu berubah ini membuat iklim usaha di Indonesia semakin dipenuhi ketidakpastian.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menegaskan hal ini membuat investor cenderung menahan diri untuk berinvestasi atau meningkatkan jumlah investasinya. "Kesempatan kerja baru yang seharusnya diharapkan
muncul dari peningkatan investasi tersebut pun menjadi lebih kecil,"ungkapnya dalam konferensi pers menanggapi rencana pemerintah menetapkan upah minimum tahun 2025 di Jakarta, Selasa (26/11) malam
Pernyataan Shinta ini seiring dengan rencana kenaikan upah minimum tahun 2025. Apindo berpendapat bahwa situasi yang tidak menguntungkan tersebut akan membuat iklim usaha di Indonesia menjadi semakin sulit ditengah tantangan mengembalikan kepercayaan
investor asing dalam meningkatkan investasinya di Indonesia.
Konflik di Timur-Tengah yang berdampak pada logistik dan pengadaan bahan baku, terjadinya pelemahan daya beli
masyarakat, dan keputusan Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun depan membuat dunia usaha makin tertekan.
"Situasi tersebut dirasakan semakin berat menjelang periode penyesuaian upah tahun 2025,"papar Shinta
Kata dia, upaya Pemerintah untuk mendorong peningkatan daya beli melalui peningkatan upah minimum
perlu didalami lebih lanjut. Secara periodik, penyesuaian upah minimum dilakukan untuk mempertahankan daya beli agar tidak tergerus inflasi. "Meski demikian, kenaikan upah minimum
yang tinggi dapat memicu terjadinya inflasi lebih lanjut dan pada akhirnya justru menghambat peningkatan kesejahteraan pekerja. Kenaikan upah minimum yang tidak rasional akan
berdampak terhadap iklim usaha dan berpotensi mengurangi penyerapan tenaga kerja di sektor formal,"tambah dia
Dia menegaskan, penetapan upah minimum perlu mengakomodasi berbagai kepentingan dari seluruh stakeholders termasuk buruh, perusahaan pemberi kerja, dan pencari kerja yang belum bekerja.
Upah minimum bukanlah instrumen yang tepat dalam meningkatkan daya beli masyarakat melainkan treshhold atau batas bawah upah yang membedakan sektor formal dan sektor
informal. "Kebijakan upah minimum yang tepat akan membuka kesempatan bekerja di sektor formal, memberikan perlindungan buruh yang lebih baik, serta menjamin kelangsungan dunia usaha,"urainya
Karena itu dia berpandangan, agar kenaikan upah minimum dapat sejalan dengan peningkatan kesejahteraan pekerja, diperlukan perhitungan yang tepat agar kenaikan upah minimum tersebut dapat mendorong peningkatan daya beli. Peningkatan daya beli yang berkelanjutan dapat di tempuh dengan
menerapkan meritokrasi yaitu upah berdasarkan kompetensi, produktivitas, dan daya saing usaha
Apindo berharap pemerintah dapat membangun ekosistem dunia usaha yang kondusif dengan memperlancar birokrasi, tidak memberikan perlindungan atau perlakuan istimewa
terhadap barang import yang bersifat dumping dan tidak membayar pajak yang merupakan pendapatan negara.
Penerapan kebijakan upah di tingkat perusahaan hendaknya dilakukan dengan mengedepankan komunikasi bipartite berdasarkan asas hubungan industrial Pancasila yaitu dengan musyawarah mufakat, bukan dengan aksi-aksi sepihak yang menganggu
ketertiban masyarakat serta mengancam kelangsungan dunia usaha.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Tiongkok Temukan Padi Abadi, Tanam Sekali Panen 8 Kali
- 2 BKD Banten Periksa Pejabat Kesbangpol Buntut Spanduk Kontroversial
- 3 Digitalisasi Bisa Perkuat Daya Saing Koperasi
- 4 Ini yang Dilakukan Dua Kementerian untuk Majukan Ekonomi Daerah Transmigrasi
- 5 Panglima: Ada 35 Purnawirawan TNI Ikut Calonkan di Pilkada Serentak 2024