Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Angka dan Realita Kemiskinan

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Banyak indikator untuk mengukur kesejahteraan rakyat secara lebih spesifik. Sayangnya, indikator-indikator lain itu justru menunjukan sebaliknya. Misalnya, kenaikan tingkat ketimpangan di perdesaan menjadi 0,324 poin Maret 2018. Ini berarti naik 0,004 poin dari tahun lalu.

Padahal, sebagai lumbung terbesar kemiskinan, ketimpangan ekonomi perdesaan sudah sepatutnya ikut menurun andai memang kesejahteraan masyarakat semakin baik. Hal ini tentu menjadi sebuah paradox. Sebab saat yang sama pemerintah mengeklaim kemiskinan bisa turun. Salah satunya karena program dana desa yang tahun lalu mencapai 60 triliun rupiah.

Selama 4 tahun pemerintahan Joko Widodo, upah riil buruh tani juga menurun dari 39.382 rupiah menjadi 37.711. Ini mengindikasikan, upah buruh tani yang meksipun secara nominal naik, secara riil tidak mampu melawan gempuran inflasi akibat melambungnya harga kebutuhan pokok. Ini tentu menjadi sebuah ironi di tengah fakta, sekitar 60 persen rakyat miskin bekerja di sektor pertanian.

Indikator lain yang menjadi paradox, penurunan daya beli masyarakat beberapa tahun terakhir. Padahal, jika kemiskinan dikatakan berkurang, seharusnya di atas kertas pengeluaran masyarakat miskin bertambah. Terlepas dari segala paradoks yang muncul, perlu digarisbawahi bahwa selama 4 tahun pemerintahan Kabinet Kerja berjalan, angka kemiskinan turun 1,43 persen.

Ini berarti ada pengurangan dari 11,25 persen tahun 2014 menjadi 9,82 persen 2018. Dengan sisa waktu kurang lebih setahun, diharapkan pemerintah mampu menurunkan angka kemiskinan lebih banyak lagi. Munculnya angka penurunan kemiskinan dari BPS hendaknya disikapi secara bijak.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top