Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sidang Penyuapan - Pengusaha Ditawari “Main Proyek” dengan Syarat Beri “Fee”

Anggota Komisi XI DPR Ingin Kawal Anggaran Bakamla

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Agak aneh, ada penyelenggara negara yang memperjuangkan anggaran, bukan mitranya. Anggota Komisi XI DPR ingin kawal anggaran di Bakamla.

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR non-aktif, Fayakhun Andriadi, mengaku Komisi XI juga ingin mengawal anggaran di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Selama dalam badan anggaran (Banggar) DPR tidak ada pertanyaan mitra komisi I, Bakamla. Namun, tiba-tiba ada anggota Komisi XI DPR yang menyinggung tentang Bakamla.

"Sayangnya, waktu itu saya sedang di toilet jadi tidak tahu. Saya kembali (ke ruang rapat) ada yang ngomongin Bakamla, yang ngomong anggota Komisi XI DPR," kata Fayakhun dalam sidang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (17/10).

Fayakhun dalam perkara ini didakwa menerima suap 911.480 dollar Amerika Serikat (AS) dari Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, untuk pengadaan satelit monitoring dan drone dalam anggaran Bakamla APBN Perubahan 2016.

Padahal, Komisi XI DPR membidangi keuangan, perencanaan pembangunan, perbankan. Sedangkan Fayakhun duduk di Komisi I yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen yang menjadi mitra kerja Bakamla.

"Setelah dari rapat, Fahmi Habsyi mengajak ketemu saya, menunjukkan di HP teman Komisi XI DPR solid untuk membantu Bakamla. Mereka tunjukkan film ternyata sama mereka direkam," ungkap Fayakhun.

Ali Fahmi alias Ali Habsyi alias Fahmi Habsyi alias Onta adalah staf ahli di Bakamla. Dalam dakwaan, Ali Fahmi disebut menawarkan kepada pengusaha Fahmi Darmawansyah untuk "main proyek" di Bakamla. Jika bersedia maka terdakwa harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Agak Aneh

Fahmi Darmawansyah lalu memberikan 6 persen dari 400 miliar rupiah yaitu 24 miliar rupiah ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di Hotel Ritz Carlton Kuningan. Memang itu agak aneh, ada penyelenggara negara yang memperjuangkan anggarannya bukan mitranya.

"Isinya rekaman Habsyi adalah mengenai masalah keamanan pencurian ikan, narkoba, dan lainnya sehingga mendukung Bakamla. Tapi aneh biasanya itu diucapkan Komisi I, sedangkan Komisi I tidak bicara, justru yang bicara Komisi XI," ungkap Fayakhun.

Menurut Fayakhun, keanehan terus berlanjut ketika beberapa hari kemudian dua orang anggota Komisi XI DPR hadir di ruang pimpinan Komisi I DPR. "Kami tidak tahu dari Komisi XI tiba-tiba ada Bertu Merlas dari PKB dan Donny Imam Priambodo dari Nasdem. Mereka mendatangi pimpinan Komisi tiba-tiba dan saya dipanggil sama Ketua Abdul Haris," tambah Fayakhun.

Kedua anggota Komisi XI DPR tersebut lalu mendatangi dirinya dan mengklaim bahwa proyek Bakamla adalah milik mereka. Hal itu terjadi karena itu adalah hadiah kompensasi persetujuan UU Tax Amnesty.

"Mereka menyatakan proyek di Bakamla milik mereka, saya diam saja. Yang bicara Bertu Merlas. Katanya nanti kita atur urusannya. Setelah dia (Bertu) pergi, Abdul Haris tanya saya, 'Menurut kamu bagaimana? Saya bilang aneh, mereka klaim itu adalah pekerjaan mereka tapi saya tidak tahu," jelas Fayakhun.

Di dakwaan, Fayakhun disebut menerima fee dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah sebesar 300 ribu dollar AS. Pengirimannya dipecah menjadi dua yaitu 200 ribu dollar AS melalui Hangzhou Hangzhong Plastic Co.Ltd dan 100 ribu dollar AS melalui Guangzhou Ruiqi Oxford Cloth Co.Ltd pada 9 Mei 2016.

mza/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Mohammad Zaki Alatas, Antara

Komentar

Komentar
()

Top