Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Keamanan Negara -- Mempertahankan Sama Pentingnya dengan Meraih Kemerdekaan

Ancaman Militer Jauh Berkurang

Foto : Istimewa

Menko Polhukam Mahfud MD

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Untuk saat ini, ancaman militer sudah jauh berkurang, namun masih bisa terjadi. Sinyalemen ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Jakarta, Selasa (16/11).

"Sekarang mungkin ancaman militer sudah jauh berkurang, tapi bisa jadi suatu saat muncul lagi," katanya. Sebab di Asia masih saja terjadi gejolak. Kemudian juga ada ancaman dalam bentuk lain. "Ini semua hanya bisa kita hadapi dengan sinergi dan kerja sama antarelemen bangsa," tandas Mahfud.

Dia mengatakan ini saat menjadi keynote speecher seminar "Serangan Umum di Yogya: Indonesia Masih Ada." Acara ini diselenggarakan oleh Pemda DIY untuk mendukung pengusulan Serangan Umum 1 Maret 1949 menjadi Hari Nasional.

Menurut Mahfud, eksistensi Indonesia harus dijaga dan perlu mematri kebanggaan. Sebab Indonesia adalah bangsa yang memproklamasikan sendiri kemerdekaannya, bukan hadiah dari penjajah.

Salah satunya tecermin dalam Serangan Umum 1 Maret yang diinisiasi Sultan Hamengkubuwono IX di Yogyakarta. Menurut Mahfud, Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah langkah strategis untuk mematahkan argumentasi internasional kala itu. Dia juga efektif membuktikan ke dunia internasional bahwa Indonesia masih ada.

"Ini adalah bentuk kolaborasi masyarakat sipil dan militer yang dirancang Sultan Hamengkubuwono IX dan Panglima Jenderal Besar Sudirman. Kemudian, dilaksanakan bersama TNI dan rakyat Yogyakarta," kata mantan menteri pertahanan ini.

Mahfud menekankan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan sama pentingnya dengan meraih kemerdekaan. Hal ini tecermin jelas dalam Serangan Umum 1 Maret. Mempertahankan kemerdekaan memerlukan peran serta dan kerja sama.

"Kala itu, awal Maret 1949, Sultan mendengar akan diselenggarakan rapat Dewan Keamanan PBB soal Indonesia dan Belanda. Sultan mengirim surat ke Panglima Sudirman untuk melakukan Serangan Umum guna mengusir Belanda. TNI dan laskar rakyat berhasil menguasai Yogyakarta selama 6 Jam," tambah Mahfud.

Mahfud mengungkapkan, meski Serangan Umum 1 Maret hanya 6 jam, manfaatnya terasa lebih dari 75 tahun hingga kini. "Serangan itu efektif mematahkan argumentasi Belanda ke dunia internasional bahwa Indonesia sudah tidak ada dan tidak berjalan efektif. Ini merupakan pembuktian ke internasional bahwa Indonesia masih ada. Belanda melakukan agresi bukan sekadar aksi polisional semata," papar Mahfud.

Teroris Ditangkap

Mungkin benar ancaman militer sudah tidak ada, namun ancaman kejahatan tindak terorisme tidak ada habisnya. Maka, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri terus menumpas para teroris. Densus kembali menangkap terduga teroris dari kelompok Jamaah Islamiyah di wilayah Bekasi. "Ada tiga terduka teroris yang ditangkap di Bekasi," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan.

Mereka berinisial AA (44) bekerja sebagai dosen. AA ditangkap Selasa (16/11) pagi, menjelang pukul 06.00 WIB. Dia dicokok di tempat tinggalnya, Jalan Raya Legok, Blok Masjid, Jatimelati, Pondok Melati, Kota Bekasi. Terduga berikutnya berinisial AZ (50), yang berprofesi sebagai dosen juga. Dia ditangkap pukul 04.40 WIB di wilayah Merbabu Raya, Perumahan Pondok Melati, Bekasi.

Yang ketiga berinisial FAO ditangkap di Kelurahan Jati Melati, Kota Bekasi. Berdasarkan data yang dihimpun, tiga terduga teroris yang ditangkap Densus ada kepanjangan dari inisial mereka. AZ adalah Ahmad Zain An-Nazah. Lalu AA merujuk pada Anung Al Hamat. Sedangkan FAO adalah Farid Okbah.

Ini lanjutan operasi Densus 88 untuk mempersermpit ruang gerak para teroris. Sebelum ini Tim Densus 88 banyak menangkap terduga teroris dari kelompok JI yang berbasis di Lampung.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top