Koran-jakarta.com || Kamis, 07 Apr 2022, 00:04 WIB

ADB Masih Prediksi RI Tumbuh 5 Persen

  • Asia Development Bank (ADB)
  • Ekonomi Indonesia
  • Proyeksi Ekonomi

» Inflasi di Asia diprediksikan meningkat karena aktivitas ekonomi yang mulai naik.

ADB Masih Prediksi RI Tumbuh 5 Persen

Ket.

Doc: Sumber: BPS-Litbanng KJ/and/ones ADB Masih Prediksi RI Tumbuh 5 Persen

» Pertumbuhan di negara berkembang Asia tahun ini kemungkinan lebih lambat.


JAKARTA - Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 sebesar 5 persen atau masih sesuai dengan perkiraan mereka pada Desember 2021, dan sedikit meningkat dari proyeksi lembaga keuangan itu pada September 2021 di level 4,8 persen.

Ekonom Senior ADB, Henry Ma, dalam media briefing yang dipantau di Jakarta, Rabu (6/4), mengatakan persebaran Covid-19 pada triwulan pertama tahun ini dampaknya cukup minim ke aktivitas konsumen di Indonesia. Begitu pula dengan invasi Russia ke Ukraina juga tidak terlalu besar dampaknya untuk Indonesia.

Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa dampak konflik kedua negara tersebut bisa meningkat jika perang maupun sanksi yang diberlakukan diperpanjang.

Dari sisi konsumsi domestik, pada tahun ini diperkirakan kembali ke level sebelum pandemi dan tumbuh di kisaran 5,2 persen. Dengan demikian, investasi juga akan meningkat karena pemulihan ekonomi akibat peningkatan bisnis, perbaikan permintaan, reformasi yang dilakukan, dan pulihnya permintaan kredit.

"Namun, ada risiko inflasi yang tinggi dan kami proyeksikan naik menjadi 3,6 persen pada tahun ini dari 3,3 persen dari perkiraan Desember 2021 dengan mempertimbangkan kenaikan harga bahan bakar dan makanan, serta harga komoditas," kata Ma.

Berikutnya, pada 2023, dia memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh menjadi 5,2 persen, seiring dengan kembali normalnya aktivitas masyarakat, pemulihan ekonomi yang lebih baik, dan berlanjutnya konsolidasi fiskal.

Sementara inflasi akan menurun menjadi tiga persen karena harga komoditas kemungkinan lebih rendah pada tahun depan.

Pemulihan yang terus berjalan tahun ini dan tahun depan tidak hanya dirasakan Indonesia, tetapi di mayoritas negara berkembang Asia. Meski demikian, inflasi di berbagai negara Asia pun diprediksikan meningkat, terutama karena aktivitas ekonomi yang mulai naik, hingga peningkatan harga komoditas.

Secara umum, pertumbuhan di negara berkembang Asia kemungkinan akan lebih lambat tahun ini daripada yang diperkirakan sebelumnya karena perang di Ukraina.

Meskipun dua negara ekonomi besar dunia, yaitu Tiongkok dan India bergabung dalam blok Asia, namun ekonomi kawasan diproyeksikan tumbuh 5,2 persen tahun ini, sedikit turun dari perkiraan 5,3 persen pada Desember, dan jauh lebih rendah dari pertumbuhan 6,9 persen di tahun sebelumnya. Sedangkan untuk tahun 2023 kawasan ini diperkirakan tumbuh 5,3 persen.

"Invasi Russia ke Ukraina sangat mengganggu prospek untuk negara-negara berkembang Asia yang masih berkutat dengan pemulihan dari Covid-19," kata laporan ADB dalam laporan Asian Development Outlook.

Dengan kenaikan harga-harga komoditas yang lebih tajam dari perkiraan, ADB menaikkan perkiraan inflasi kawasan itu menjadi 3,7 persen pada tahun 2022 dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,7 persen, sebelum turun menjadi 3,1 persen pada tahun 2023.

Kendala Pertumbuhan

Pakar ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan bagaimanapun krisis energi akibat perang yang masih berlangsung di Ukraina dan inflasi berbagai barang kebutuhan akan menjadi kendala pertumbuhan.

"Memang kita diuntungkan oleh membaiknya beberapa harga komoditas. Tapi bagaimanapun potensi krisis energi dan pangan sebagai dampak perang yang terjadi di Ukraina akan tetap sampai ke sini," kata Imron.

Secara terpisah, Ekonom dari lembaga kajian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Randi Manilet, memperkirakan inflasi per April meningkat menjadi satu persen akibat kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), harga pertamax hingga kenaikan permintaan barang dan jasa selama Ramadan.

"Kenaikan di bulan April dibanding bulan sebelumnya akan cukup signifikan karenafaktor-faktor pendorong relatif banyak," kata Randi seperti dikutip dari Antara.

Tim Redaksi:
E
V

Like, Comment, or Share:


Artikel Terkait