Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Negara dalam Bahaya, Ada Apa I Audit investigasi BPK Menunjukkan Tidak ada Debitur yang Melunasi Utangnya

Ada Apa Kemenkeu Tidak Menagih Piutang Negara dari BLBI?

Foto : DOK KEMENKEU

TETAP TIDAK DITAGIH | Gedung Kemenkeu di Jakarta Pusat. Kemenkeu harus menagih piutang negara dari BLBI yang masih aktif karena Presiden dan DPR belum pernah menghapus piutang tersebut. Tetapi sampai saat ini, di saat keuangan negara berada pada titik bahaya, piutang BLBI tetap tidak ditagih. Ada apa dengan Kemenkeu?

A   A   A   Pengaturan Font

Saat ini, dana negara habis untuk bayar utang BLBI. Kalau tidak dimoratorium pembayaran bunganya dan piutangnya tidak ditagih, Indonesia akan kolaps. Bayangkan saja, obligasi rekapitalisasi (OR) BLBI pada 1997 besarnya 672 triliun rupiah. Sebagian besar, 95 persen bunganya fix (tetap) di 11,375 persen per tahun, sisanya yang 5 persen floating (mengambang), di atas BI rate. Bunganya bunga majemuk.

Ditambah lagi pembayaran bunga OR tersebut dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN), bunga majemuk 6-7 persen per tahun, kemudian diterbitkan global bond supaya tidak melanggar UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang hanya membolehkan defisit APBN tidak lebih dari 3 persen dengan bunga 12 persen per tahun. Itu pun hanya untuk membayar bunganya saja, pokoknya tidak dibayar. Beban yang ditanggung negara dari BLBI kalau dikumulatifkan mencapai 4.000 triliun rupiah.

Beberapa waktu lalu pemerintah menerbitkan surat utang lagi dan dibeli oleh Bank Indonesia dengan mencetak uang. Ini sama saja dengan QE (quantitative easing) ala rupiah. Itu semua akibat obligasi rekap.

"Ini kan kejahatan besar, kreditur kok menjadi debitur. Negara yang mengucurkan bantuan kok negara juga yang membayar utangnya. Piutang tidak ditagih, tapi harta diambil perampok BLBI dan utangnya diserahkan ke negara dan rakyat," katanya.


Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Djati Waluyo, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top