Militer Lakukan Pembantaian
- myanmar
LONDON - Militer Myanmar diduga telah melakukan serangkaian pembunuhan massal terhadap warga sipil beberapa bulan lalu yang mengakibatkan kematian sedikitnya 40 orang. Dugaan pembunuhan massal itu diungkapkan berdasarkan hasil investigasi BBC.

Ket. Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar, Tom Andrews
Doc: istimewa
Saksi mata dan korban selamat mengatakan bahwa tentara, beberapa di antaranya berusia 17 tahun, mengumpulkan penduduk desa lalu memisahkan laki-laki dan membunuh mereka. Rekaman video dan gambar dari insiden tersebut menunjukkan sebagian besar dari mereka yang terbunuh disiksa terlebih dahulu dan dikubur di lubang dangkal.
Pembunuhan itu terjadi pada Juli, dalam empat insiden terpisah di kota kecil Kani yang merupakan benteng pertahanan kelompok oposisi di Distrik Sagaing di Myanmar tengah.
Dalam investigasinya, BBC mewawancarai 11 saksi di Kani dan membandingkan keterangan mereka dengan rekaman ponsel dan foto-foto yang dikumpulkan oleh Myanmar Witness, sebuah LSM yang berbasis di Inggris yang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di negara tersebut.
Pembunuhan terbesar terjadi di Desa Yin, di mana setidaknya 14 pria disiksa atau dipukuli sampai mati dan tubuh mereka dibuang ke selokan hutan.
Para saksi di Yin, yang namanya dirahasiakan untuk melindungi identitas mereka, mengatakan kepada BBC bahwa orang-orang itu diikat dengan tali dan dipukuli sebelum mereka dibunuh.
"Kami tidak sanggup melihat itu, kami menundukkan kepala, menangis," kata seorang perempuan, yang saudara laki-lakinya, keponakannya dan saudara iparnya terbunuh.
Anda mungkin tertarik:
Pembunuhan massal yang lebih keji ditemukan di Desa Zee Bin Dwin. Pada akhir Juli, 12 mayat yang dimutilasi ditemukan terkubur di kuburan massal yang dangkal, termasuk tubuh kecil, mungkin seorang anak, dan tubuh orang cacat.
Rekaman jasad yang diteliti oleh BBC menunjukkan bahwa ada tanda-tanda penyiksaan terhadap korban aksi kejam ini. Dari bukti visual dan kesaksian yang dikumpulkan oleh BBC amat jelas menunjukkan bahwa laki-laki secara khusus menjadi sasaran hukuman kolektif atas bentrokan antara pasukan milisi dan militer.
Seruan Pelapor PBB
Sementara itu pelapor khusus PBB, Tom Andrews, pada Minggu (19/12) mengatakan bahwa masyarakat internasional harus membangun kemitraan yang lebih baik dengan Bangladesh dan mencegah militer Myanmar menangani krisis pengungsi Rohingya, dengan menekan Myanmar.
Andrews, Pelapor Khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar, mengatakan bahwa komunitas internasional, jika perlu, harus memblokir sumber pendapatan yang mengalir ke militer Myanmar.
"Menurut saya, komunitas internasional juga bisa berbuat lebih banyak untuk menekan Myanmar," pungkas Andrews. BBC/VoA/I-1