Koran-jakarta.com || Jum'at, 24 Apr 2020, 00:01 WIB

Dana Transfer dari Pusat ke Daerah Bakal Menyusut


Dana Transfer dari Pusat ke Daerah Bakal Menyusut

Ket. « Kami akan terus melakukan langkah-langkah extraordinary untuk membantu daerah. Padahal seperti yang kita ketahui, penerimaan negara juga sedang mengalami tekanan. »

Doc: Foto: Istimewa Dana Transfer dari Pusat ke Daerah Bakal Menyusut

JAKARTA - Anggaran dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah akan mengalami penyusutan. Hal ini terjadi karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan pemerintah sekarang ini melakukan langkah-langkah luar biasa (extraordinary) untuk menangani wabah korona.

"Untuk itu, alokasi anggaran diprioritaskan untuk tiga pos alokasi, yakni untuk penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyedia jaring pengaman sosial," katanya saat diskusi daring dengan para pemimpin redaksi media massa, di Jakarta, Kamis (23/4) malam.

Dia menjelaskan kebijakan realokasi anggaran telah membuat tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), terutama Provinsi DKI Jakarta. Ini terjadi karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkurang, dana bagi hasil berkurang, terutama dari penerimaan pajak. "APBD DKI Jakarta pasti akan merosot tajam. Daerah lain juga sama rumitnya. APBD mereka pasti berubah karena transfer pemerintah pusat akan berubah karena ada tekanan APBN," jelasnya.

Diperoleh informasi, sebanyak 528 pemerintah daerah telah melaporkan realokasi dan refocusing APBD untuk penanganan Covid-19. DKI Jakarta menjadi provinsi paling besar yang mengalokasikan anggarannya, yakni mencapai 10,64 triliun rupiah.

Kemudian, Pemda Jawa Barat yang mengalokasikan anggaran sebesar delapan triliun rupiah, Provinsi Jawa Timur dengan alokasi 2,39 triliun rupiah, Jawa Tengah sebesar 2,12 triliun rupiah, dan Aceh sebesar 1,7 triliun rupiah.

Menkeu meminta pemerintah daerah untuk refocusing anggaran karena Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami penurunan.

"Namun, DAK untuk kesehatan justru meningkat karena untuk rumah sakit. Makanya, refocusing juga harus lebih spesifik. Sekarang ini, banyak daerah yang belum lakukan perubahan sama sekali," ungkapnya.

Sri Mulyani menyebut pencairan selisih DBH telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang diterbitkan beberapa waktu lalu. Di sisi lain, pemerintah pusat saat ini juga telah mempercepat pencairan DBH untuk tahun anggaran 2020. "Kami akan terus melakukan langkah-langkah extraordinary untuk membantu daerah. Padahal seperti yang kita ketahui, penerimaan negara juga sedang mengalami tekanan," ungkap dia.

Oleh karena itu, ia menegaskan pemerintah pusat dan daerah harus bergotong royong untuk menangani pandemi korona.

Masa Tidak Pasti

Terkait pengelolaan anggaran, Sri Mulyani mengatakan kondisi APBN sampai Minggu pertama Maret 2020 tidak jelek. "Baru terasa minggu kedua Maret, terutama dari pajak. Tapi, penerimaan negara nonpajak tumbuh positif. Ini disebabkan pabrik rokok membeli cukai lebih awal karena takut social distancing dan lockdown," katanya.

Menkeu mengungkapkan, Januari Maret sebenarnya lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya. Tapi, karena Covid-19 meluas membuat semuanya berantakan. "Penerimaan pajak minus 2,5 persen terutama dari PPh migas dan PPh nonmigas minus 3,0 persen," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan memasuki masa tidak pasti, pemerintah terus memantau secara hati-hati. Diperkirakan puncak masalah anggaran terjadi pada Mei atau awal Juni.

"Di saat itu harus waspada tinggi. Namun, tekanan ini akan terus direspons dengan rileks bukan ketat, rileks tapi hati-hati karena selalu ada orang yang akan melakukan moral hazard. Terpenting, prudent dan merespons," katanya. n mss/P-4

Tim Redaksi:
M
K

Like, Comment, or Share:

Tulisan Lainnya dari M. Selamet Susanto

Artikel Terkait