Koran-jakarta.com || Selasa, 20 Mar 2018, 05:04 WIB

Penerapan Kredit Pendidikan Kurangi Angka Putus Kuliah


Penerapan Kredit Pendidikan Kurangi Angka Putus Kuliah

Ket. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Men­ristekdikti), Mohamad Nasir.

Doc: ISTIMEWA Penerapan Kredit Pendidikan Kurangi Angka Putus Kuliah

JAKARTA - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) siap mendorong terwujudnya ide Presiden terkait program Kredit Pendidikan atau Student Loan. Saat ini, wacana tersebut tengah dimatangkan di Kementerian Koordinator Perekonomian.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengatakan ide ini disampaikan Presiden saat rapat terbatas dengan para menteri. Tujuannya agar tidak terjadi putus kuliah atau drop out (DO). Sistem ini juga diterapkan di sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS).

Nasir juga menceritakan bahwa dirinya juga pernah mendapatkan kredit pendidikan saat kuliah. "Waktu 1986, ijazah saya ditahan karena mahasiswa hanya butuh legalisir untuk melamar kerja. Saya pikir-pikir, satu-dua tahun dapat saya lunasi pinjaman sebesar 1,5 juta (pada waktu itu)," ujar Nasir, di Jakarta, Senin (19/3).

Presiden Joko Widodo pada sebuah kesempatan meminta perbankan untuk dapat mengeluarkan produk keuangan baru berupa kredit pendidikan atau student loan.

Saat ini, kata Nasir, wacana tersebut baru dibahas dengan Menko perekonomian. "Student loan bagi saya sangat positif. Apa yang disampaikan oleh Presiden perlu diapresiasi," ucapnya.

Program kredit pendidikan adalah peluang baru bagi anak Indonesia yang memiliki talenta di bidang-bidang tertentu. "Terutama mahasiswa yang mendalami bidang-bidang yang dapat menggerakkan ekonomi akan kita dorong," papar Nasir.

Alternatif Pembiayaan

Rektor Universitas Indonesia, Muhammad Anis, menilai pinjaman mahasiswa (student loan) mungkin saja untuk diterapkan di Indonesia.

"Sumber pembiayaan pendidikan itu pada dasarnya banyak alternatifnya, bisa berbentuk bidikmisi, beasiswa prestasi, atau bisa juga student loan," katanya.

Namun, student loan seharusnya bukan menjadi sumber pembiayaan utama yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan pendidikan. Kredit pendidikan juga membutuhkan kehati-hatian, persiapan dan skema yang matang sebelum diterapkan, terutama terkait sumber pembiayaan, harus jelas dan kuat.

Selain itu, pemerintah harus memikirkan betul mitigasi risiko dari program student loan. Karena program ini memiliki risiko cukup tinggi terkait pengembalian pinjaman. "Perhitungkan betul daya bayar dari mahasiswa atau pihak peminjam di program student loan," jelasnya.

Menanggapi wacana tersebut, Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Edy Suandi Hamid, mengatakan student loan sebenarnya bukan program baru di Indonesia. Program serupa, kata Edy, sudah pernah diterapkan pada awal 1980-an dengan nama Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI). "Namun dulu tak begitu sukses, dan kemudian terhenti begitu saja," tutur Edy.

Pada dasarnya, program student loan bukan sebuah ide buruk karena secara teknis dapat membantu mahasiswa yang prospektif selesai, namun terbentur kesulitan biaya. Pembayaran bisa dilakukan setelah selesai kuliah atau sekolah dengan jaminan ijazah.

"Ini seharusnya bisa dilakukan perbankan Indonesia dan bekerja sama dengan Kemdikbud atau Kemristekdikti, agar kredit tersalur secara efektif dan efisien," kata Mantan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.

Jangan sampai kredit diberikan kepada mahasiswa yang tidak tepat. Untuk itu, pemerintah tetap harus berperan dalam program ini, mulai dari memastikan penetapan bunga rendah dan sebagai penjamin.

"Saya kira pemerintah perlu membangun sistem agar bunga yang diterapkan di bawah bunga pasar, tidak terlalu tinggi," jelas mantan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia. cit/E-3

Like, Comment, or Share:


Artikel Terkait