
Pengenaan Pajak Pulsa dan Token Listrik Bakal Bebani Masyarakat
Foto: Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ/and -JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, voucer, kartu perdana, dan token listrik, mulai 1 Februari 2021.
Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 tentang penghitungan dan pemungutan PPN serta PPh atas penyerahan/ penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer.
"Kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token, dan voucer perlu mendapat kepastian hukum," sebut PMK Nomor 6/PMK.03/2021 seperti dikutip di Jakarta, Jumat (29/1), dan telah ditandatangani Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dan diundangkan pada 22 Januari 2021.
Pengamat Energi dari Energi Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, tak sepakat dengan kebijakan pemerintah yang menarik pajak voucer listrik, sebab kondisi ekonomi masyarakat lagi sulit, terutama kalangan menengah ke bawah. "Momentum kurang pas karena justru kalau dipaksakan semakin menambah beban rakyat," kata Ferdinand.
Secara terpisah, Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan untuk memberikan insentif pelanggan dengan menggratiskan tarif listrik pelanggan 450 volt amphere (Va) dan discount bagi pelangga (900 Va), pemerintah mengalokasikan dana APBN dalam jumlah besar. "Kalau voucer listrik dipajak sebagai salah sumber pendanaan, ini merupakan disinsentif bagi pelanggan," kata Fahmy.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan pengenaan tarif pajak itu tidak signifikan pada penerimaan yang menurun. Sebab, penerimaan pajak dari sektor informasi dan komunikasi porsinya tidak begitu besar terhadap total penerimaan.
Berbeda dengan pos penerimaan dari sektor lain, seperti manufaktur, perdagangan, ataupun pertambangan. "Kalau PPN ini akan dibebankan kepada masyarakat, tentu akan berdampak pada kelompok masyarakat menengah bawah khususnya yang berada di luar Jawa.
Harusnya Beri Insentif
Sebelumnya, Dosen Fakultas Ekonomi Unika Atma Jaya Jakarta, Rosdiana Sijabat mengatakan, di saat pandemi Covid-19 ini pemerintah harusnya justru memberi insentif pajak, seperti yang pernah diberikan pemerintah kepada dunia usaha dengan menurunkan tarif listrik, bukan memperluas objek pajak.
Pengurangan tarif listrik dunia usaha memang akan membantu pelaku usaha menciptakan cost reduction. Namun yang terpenting pemerintah perlu menyederhanakan administrasi dan membuat birokrasi lebih fleksibel bagi dunia usaha, agar insentif itu lebih mudah diserap.
"Jika tidak demikian, kita akan kehilangan momentum waktu menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan cepat, ini akan mengancam kinerja ekonomi Indonesia," kata Rosdiana. Pemangkasan tarif pajak sebagai insentif dilakukan Amerika Serikat (AS) untuk memacu dunia usaha dengan harapan dalam beberapa tahun ke depan justru berpotensi memberi pendapatan tambahan hingga triliunan dollar AS. n SB/ers/uyo/E-9
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Djati Waluyo, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Harga BBM di SPBU Vivo Turun, Pertamina, BP dan Shell Stabil
- 2 RI Perkuat Komitmen Transisi Energi Lewat Kolaborasi AZEC
- 3 Terkenal Kritis, Band Sukatani Malah Diajak Kapolri Jadi Duta Polri
- 4 Akademisi: Perlu Diingat, Kepala Daerah yang Sudah Dilantik Sudah Menjadi Bagian dari Pemerintahan dan Harus Tunduk ke Presiden
- 5 Pangkas Anggaran Jangan Rampas Hak Aktor Pendidikan